TEMPO.CO, Kediri - Keluarga Tan Malaka menegaskan tak akan menuntut pengusutan atas kematian pahlawan kemerdekaan nasional tersebut. Mereka hanya berharap pengakuan negara atas hak kepahlawanan Tan yang selama ini dikaburkan.
Hengky Novaron Arsil, keponakan Ibrahim Datuk Tan Malaka sekaligus pewaris gelar Datuk Tan Malaka mengatakan, seluruh keluarga besar Ibrahim Datuk Tan Malaka telah mengikhlaskan kematiannya sebagai bagian dari proses revolusi bangsa Indonesia. “Kami tidak akan menuntut siapa pun atas kematian datuk kami,” kata Hengky kepada Tempo, Minggu 12 Februari 2017.
Baca: Pemindahan Jasad Tan Malaka Diserahkan ke Kementerian Sosial
Meski kematian tokoh kiri itu hingga kini masih misterius, namun sebagian besar kalangan meyakini jika aktivis asal Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, itu tewas dieksekusi militer. Ketidakterbukaan baik pemerintah maupun TNI dalam mengungkap sejarah kematian Tan Malaka inilah yang berbuntut pada ketidakjelasan keberadaan makam Tan Malaka, hingga munculnya penelusuran sejarah Harry A Poeze. Sejarawan asal Belanda inilah yang menemukan jejak makam Tan Malaka di lereng Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.
Keluarga Tan Malaka sendiri, menurut Hengky, meyakini kebenaran penelusuran tersebut karena belum ada penelusuran lain yang lebih akurat. Karena itu, dia berterima kasih kepada Poeze yang telah menemukan keberadaan leluhurnya meski sempat ditutupi puluhan tahun oleh rezim penguasa. “Kini kami hanya berharap negara memberikan hak dan perlakuan layak sebagai pahlawan nasional,” katanya.
Baca: Aktivis Ingin Ajaran Tan Malaka Masuk Kurikulum Pendidikan
Ihwal rencana pemindahan makam Tan Malaka ke kampung halamannya Sumatera Barat, Hengky menegaskan hal itu sebagai bagian dari sebuah prosesi adat, di mana jasad Ibrahim Tan Malaka yang merupakan pemegang kekuasaan atas sejumlah nagari atau desa harus dikuburkan bersama makam datuk lainnya di kampung halaman.
Selain itu, dia juga mengaku prihatin atas kondisi makam Tan Malaka di lereng Wilis yang tak mendapat perhatian sama sekali. Sebelum diperbaiki oleh keluarga, makam itu teronggok begitu saja tanpa nisan di kompleks pemakaman umum Desa Selopanggung. Namun, meski demikian, dia masih bersyukur masyarakat setempat memperlakukan Tan Malaka sebagai leluhur desa dan mendoakannya setiap kegiatan pengajian kampung.
Direktur Ekeskutif Tan Malaka Institute Jawa Timur yang juga panitia penjemputan jasad Ibrahim Datuk Tan Malaka, Imam Mubarok Muslim, menyatakan keinginan keluarga untuk memindahkan makam Tan Malaka ke Sumatera Barat bukan harga mutlak. Jika masyarakat Selopanggung menghendaki makam tersebut tak dipindah, pihak keluarga tak berkeberatan untuk tetap membatalkan pemindahan itu. “Kita akan memindahkan prosesi penyematan adat gelar Datuk Tan Malaka di Kediri, itu solusinya,” kata Imam Mubarok.
Rencananya sebanyak 150 tokoh adat dan masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota akan beranjak ke Kediri pada 21 Februari 2017 untuk melakukan prosesi tersebut. Penyematan gelar Tan Malaka kepada Hengky Novaron Arsil ini harus dilakukan di makam leluhurnya jika telah wafat.
Imam mengakui jika sampai saat ini masih ada polemik soal kebenaran makam Tan Malaka di Desa Selopanggung. Namun, karena hal ini menyangkut kepercayaan keluarga selaku pemegang hak jasad, dia menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada keluarga. “Dalam hal ini keluarga meyakini itu benar jasad Tan, jadi tak perlu diperdebatkan lagi,” kata dia.
HARI TRI WASONO