TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Syihab, tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka di Kepolisian Daerah Jawa Barat terkait dengan kasus dugaan penghinaan Pancasila dan pencemaran nama baik Presiden RI pertama Sukarno. Alasannya, Rizieq khawatir, jika dia datang, itu justru menimbulkan gejolak, apalagi saat ini kondisi politik tengah memanas karena adanya pemilihan kepala daerah di sejumlah tempat, termasuk Jakarta.
Baca: Kasus Rizieq di Jabar, dari 'Campur Racun' sampai Soal Tanah
"Karena itu, beliau meminta pemeriksaan diundur setelah pilkada selesai," kata Kapitra Ampera, pengacara Rizieq, Jumat, 10 Februari 2017.
Sebelumnya, Rizieq dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri atas dugaan penghinaan Pancasila dan pencemaran nama baik Sukarno. Laporan ini berdasarkan rekaman video ceramah Rizieq di suatu tempat di Jawa Barat. Dalam ceramah itu, Rizieq menyebutkan, "Pada Pancasila Sukarno, ketuhanan ada di pantat. Sedangkan di Pancasila Piagam Jakarta, ketuhanan ada di kepala."
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat menetapkan Rizieq sebagai tersangka pada 30 Desember 2016. Dia dijerat Pasal 154A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penistaan simbol negara dan Pasal 320 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Baca: Diperiksa Sebagai Tersangka, Rizieq Diminta Tak Bawa Massa
Penyidik sudah melayangkan surat panggilan kepada Rizieq untuk diperiksa sebagai tersangka pada 7 Februari 2017. Namun pemimpin FPI itu tidak datang. Penyidik kemudian melayangkan surat panggilan kedua untuk pemeriksaan 10 Februari 2017. Kali ini pun, Rizieq mangkir.
Kapitra menduga kasus kliennya itu adalah pesanan dan terkesan dicari-cari. "(Kasus) ini muncul setelah Ahok menjadi tersangka, seusai aksi 212," kata Kapitra. Adapun Ahok—sapaan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama—menjadi tersangka kasus dugaan penodaan agama pada November 2016.
SUSENO | IQBAL T. LAZUARDI | REZKI ALVIONITASARI