TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Mussaddeq alias Abdussalam bersama dua orang petinggi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) lainnya hari ini menghadapi tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Mussaddeq yang berperan sebagai penasihat spiritual Gafatar bersama dengan terdakwa lainnya, yaitu Mahful Muis Tumanurung, yang berperan sebagai Wakil Presiden Gafatar, dituntut hukuman masing-masing 12 tahun penjara. Sedangkan terdakwa ketiga, yaitu Andry Cahya, yang berperan sebagai Presiden Gafatar, dituntut hukuman 10 tahun penjara.
Baca:
Wakil Bupati Gafatar Divonis 2 Tahun Penjara
Ketiganya didakwa terbukti bersalah dan dikenakan Pasal 156 a huruf a KUHP juncto Pasal 56 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan atau penodaan agama, dan juga Pasal 110 ayat (1) KUHP juncto Pasal 107 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang pemufakatan jahat, para pemimpin, para pengatur untuk melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan.
"Terdakwa Mussaddeq dan Tumanurung tuntutannya lebih berat karena statusnya residivis," ujar jaksa penuntut umum, Abdul Rauf, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 8 Februari 2017.
Rauf menuturkan tuntutan itu didasarkan pada fakta-fakta persidangan, keterangan saksi, keterangan ahli, dan juga barang bukti dalam kasus itu. "Ada sekitar 50-an barang bukti di antaranya Al-Quran, Alkitab, laptop, dan flashdisk," katanya.
Simak pula:
Anti-Makar, SBY: Dukung Jokowi Selesaikan Masa Jabatannya
Ketiga terdakwa yang turut hadir dalam persidangan didampingi oleh tim penasihat hukumnya tampak tidak terima dengan tuntutan dari jaksa itu. "Mengenai prosedur tuntutan, ini yang buat tuntutan jaksa apa orang lain," ujar terdakwa Manurung, memberikan tanggapannya seusai pembacaan tuntutan. Dia menyesalkan tuntutan jaksa yang tak berubah dan seakan menutup mata dengan fakta persidangan yang dihadirkan sebelumnya.
Proses persidangan kasus yang melibatkan tiga petinggi Gafatar ini telah bergulir sebanyak 23 kali. Adapun agenda persidangan selanjutnya adalah pembelaan dari pihak terdakwa atau pledoi yang dijadwalkan pada Kamis, 16 Februari 2017.
GHOIDA RAHMAH