TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tidak ingin keluhan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal penggunaan anggaran melebar ke mana-mana. Ryamizard meminta keluhan itu tidak diungkit ungkit lagi. "Sudah saya sampaikan, jangan diungkit-ungkit lagi," ujar Ryamizard usai menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Selasa, 7 Februari 2017.
Sebelumnya, Gatot mengeluh di depan anggota DPR bahwa kewenangannya dalam mengawasi perencanaan dan penggunaan anggaran di TNI terbatas. Sebab, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015, terutama Bab II-nya, menempatkan Panglima TNI sejajar dengan kepala unit organisasi (setingkat Kepala Staf TNI) dalam hal penganggaran.
Simak:
Begini Jejak Ribut-ribut Pembelian Heli AW 101
Pembelian Heli AW 101 Batal, Ini Alasan Panglima TNI
Menurut Gatot, menempatkan dirinya sejajar dengan kepala unit organisasi berarti sama saja dengan meniadakan Panglima TNI. Sebab, Panglima TNI tak lagi bisa membuat kebijakan prioritas penganggaran, tak terkecuali proporsionalitas antar angkatan, yang bisa ia pertanggungjawabkan.
Gatot memberi contoh kasus pembelian helikopter Agusta Westland AW 101 yang terjadi di luar sepengathuannya. Padahal, pengadaan helikopter itu dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo. Belakangan, ketahuan bahwa pengadaan itu direncanakan oleh TNI Angkatan Udara untuk kepentingan angkut militer.
Baca: Panglima TNI dan Menhan Tak Sinkron
Ryamizard melanjutkan, pernyataannya bahwa Permen yang dikeluhkan oleh Gatot itu sesungguhnya tak perlu dipermasalahkan. Sebab, kata ia, hak perencanaan anggaran ada di tangan siapa saja sudah jelas di Permen tersebut dan memenuhi semua kepentingan.
Ryamizard tidak menutup peluang perubahan terhadapPeraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 itu baik untuk dievaluasi, direvisi, atau bahkan pencabutan. Meski begitu, Ryamizard merasa belum perlu ada evaluasi. "Itu kan sudah dieksekusi, tidak ada masalah."
ISTMAN MP