TEMPO.CO, Jakarta - Disparitas dokter spesialis masih tinggi antar provinsi di Indonesia. Rasio dokter spesialis tertinggi berada di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Sedangkan rasio terendah di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Karena kebutuhan itulah Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengukuhkan 21 anggota Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS) periode 2016-2019.
Komite bertugas menyusun rencana pemerataan dokter spesialis, menyiapkan wahana untuk kesiapan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), memberikan masukan untuk rencana tahunan, membantu pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggara WKDS serta mencatat dan melaporkan penyelenggaraan WKDS. “Kami melihat kebutuhan (dokter spesialis) dari daerah. Yang paling penting adalah pemerataan dokter spesialis,” kata Nila di kantornya, Senin, 6 Februari 2017.
Baca: Ridwan Kamil Cari 900 Dokter dan Perawat untuk Jadi Relawan
Anggota komite berasal dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam Negeri, organisasi profesi dan kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Institusi Pendidikan, Ikatan Dokter Indonesia, Asosiasi Perumahsakitan, dan Badan Pengawas Rumah Sakit.
Baca juga: IDI Dorong Revisi UU Pendidikan Dokter
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Usman Sumantri mengatakan komite membantu Menteri Kesehatan. Mekanismenya adalah rumah sakit di daerah mengusulkan dokter spesialis lima bidang. Dari usul itu, komite mengunjungi rumah sakit sebagai langkah persiapan. Mereka melihat kesesuaian dan kesiapan berupa sarana prasarana, sumbr daya manusia, kelengkapan peralatan, dan keamanan. Jika sudah siap, akan ada dokter spesialis yang ditempatkan di daerah itu selama satu tahun dalam program WKDS.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menyebutkan jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang terdaftar Surat Tanda Registrasi di KKI pada akhir 2015 mencapai 29.665 orang. Apabila dihitung sesuai rasio dan jumlah penduduk maka rasio spesialis adalah 12,7 per 100 ribu penduduk. Jumlah itu sudah melebihi target yang ditetapkan yaitu 10,2 per 100 ribu penduduk. Namun persoalan masih terjadi pada persebaran dokter spesialis.
DANANG FIRMANTO