TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi positif wacana sertifikasi khatib yang dikeluarkan Menteri Agama Lukman Hakim. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menjelaskan, MUI bisa memahami gagasan Menteri Agama bila maksud dari sertifikasi itu memenuhi tiga poin.
Pertama, program sertifikasi khatib tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan kopetensi dai. "Baik dari aspek materi maupun metodologi," kata Zainut dalam keterangan tertulisnya, Senin, 6 Februari 2017.
Baca: Dituding Hina Ma'ruf Amin, Ahok Dilaporkan ke Bareskrim
Menurut Zainut, kondisi masyarakat tengah berubah seiring terjadinya perkembangan teknologi informasi. Hal ini mendorong semua orang harus beradaptasi jika ingin tetap eksis, tidak terkecuali seorang dai, yang memang setiap saat aktifitasnya berada di tengah masyarakat.
"Jadi keharusan untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi dalam bidang penguasaan materi dan metodologi dakwah mutlak diperlukan oleh seorang dai agar benar-benar dapat menyampaikan pesan-pesan agama secara baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat," katanya.
Kedua, program tersebut bersifat sukarela, bukan mandatory (keharusan atau kewajiban). Sebab, berdakwah itu hakekatnya menjadi hak dan kewajiban setiap orang dan menjadi perintah agama. "Jadi kalau sertifikasi itu bersifat wajib, dikhawatirkan terkesan ada intevensi atau pembatasan oleh pemerintah. Hal ini justru akan menjadi kontra produktif bagi program tersebut," katanya.
Lihat: GAPAI Sumatera Utara Menolak Kehadiran Kapolri di Medan
Ketiga, program tersebut diselenggarakan oleh ormas Islam atau masyarakat, bukan oleh pemerintah. Pemerintah, kata dia, hanya bertindak sebagai fasilitator. Zainut mencontohkan, seorang calon dai setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan akan diberikan sertifikat sesuai dengan jenjang diklatnya oleh ormas penyelenggara.
Adapun jenis, jenjang, materi dan metodologi pendidikan dan pelatihan bisa dirumuskan oleh masing-masing ormas Islam. Bisa juga Kementerian Agama menunjuk lembaga yang memiliki kompetensi di bidang itu bekerjasama dengan ormas Islam. "Sehingga ada standarisasi materi, metodologi dan sesuai dengan kebutuhan programnya," kata Zainut.
Simak: Dewan Pers Telah Verifikasi 74 Media, Bagaimana Lainnya?
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim menyatakan pihaknya tengah merumuskan standar kualifikasi untuk penceramah agama. Langkah itu dilakukan agar tidak ada ceramah yang mengandung hujatan.
"Sekarang Kementerian Agama bekerja keras untuk merumuskan apa kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan sebagai standar penceramah itu," kata Lukman, Kamis 26 Januari 2017.
Lukman menerangkan seorang penceramah baru bisa diakui sebagai penceramah jika sudah ada standar kualifikasi. Dia berharap sertifikasi ini dapat mengurangi sikap-sikap intoleran antarumat beragama.
INGE KLARA SAFITRI