TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat menyoroti pengendalian perdagangan gelap narkotika dari dalam lembaga permasyarakatan (lapas) yang dirasa tidak efektif. Padahal, bermacam langkah dan upaya telah dilakukan untuk mengatasi, termasuk penerapan hukuman mati dan eksekusi.
“Kami mendesak pemerintah untuk memikirkan ulang kebijakan narkotikanya dan mencari alternatif solusi,” ujar perwakilan Advokasi Komunikasi LBH Masyarakat, Yohan Misero, dalam keterangan tertulis, Jumat, 3 Februari 2017.
Baca juga:
TNI-BNN Musnahkan Ribuan Narkoba Sitaan dari Prajurit
Mendagri Usul Lulusan IPDN Ikut Wajib Militer
LBH Masyarakat menyoroti kemudahan masuknya akses telekomunikasi seperti ponsel ke dalam lapas menjadi salah satu faktor penyebab yang perlu didalami. Sebab, terdapat sejumlah kemungkinan seperti pengawasan yang lemah, penyuapan sipir, hingga kesejahteraan sipir.
LBH Masyarakat menjelaskan diperlukan analisis dari sudut pandang narapidana, bahwa hidup di dalam penjara mahal. Hal itu disebabkan budaya pungutan liar yang sudah kronis.
“Setiap layanan kamar, alat mandi, makanan, dan lain-lain di dalam penjara juga memiliki harganya masing-masing, hal ini membuat narapidana perlu memiliki sumber penghasilan sendir," katanya. Hal ini yang kemudian mendorong narapidana untuk kembali melakukan tindakan melawan hukum.
Lembaga ini menjelaskan sipir di lapas mengalami kesulitan untuk mengawasi seluruh narapidana.
Sebab, sebagian besar lapas di Indonesia saat ini terpaksa menampung narapidana dengan jumlah yang melebihi kapasitasnya.
Pemerintah selama ini telah merencanakan langkah untuk menyiasati pengawasan, yaitu melalui pengadaan kamera pengintai (CCTV) dan pemindai badan.
“Jika CCTV dan pemindai badan itu disupervisi oleh orang yang juga korup dan terlibat dalam permainan gelap ini, maka semua pengadaan aka sia-sia,” ujar dia.
Sehingga, LBH Masyarakat pun mendesak untuk dilakukan transparansi sebagai bentuk keseriusan pemerintah. “Sayangnya kami tidak melihat hal itu, baik soal transparansi dan keseriusan sampai hari ini,” kata Yohan.
GHOIDA RAHMAH