TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitricia Azhari menyatakan secara kelembagaan Mahkamah Konstitusi sudah bukan obyek yuridiksi dari lembaganya. Namun Komisi Yudisial tetap akan mengawasi perilaku para hakim konstitusi.
"Mau tak mau harus ada pengawasan dan kehadiran KY, bukan untuk cari kesalahan, tapi bagian dari mekanisme menjaga kemandirian dan membangun akuntabilitas hakimnya," kata Aidul saat menyambangi kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Jumat, 3 Februari 2017.
Pendapat Aidul itu menjawab munculnya keraguan masyarakat terhadap pengawasan etik hakim Mahkamah Konstitusi yang dianggap hanya bersifat internal. Pengawasan saat ini hanya dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim.
Pengawasan internal kian diperdebatkan pasca-tertangkapnya hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada pekan lalu. Sebelumnya KPK pernah menahan Akil Mochtar yang juga hakim konstitusi.
Aidul menekankan pengawasan pihaknya tak akan menyalahi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 atau Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006. Namun, dia melihat perlunya mempertimbangkan pengawasan terhadap para hakim Mahkamah Konstitusi.
"Yang diawasi bukan MK, tapi hakim, kami tak awasi lembaga," kata Aidul sebelum masuk ke dalam mobilnya. "Jangan lupa hakim itu jabatan, bukan lembaga."
Desakan memperkuat pengawasan internal dan eksternal itu satu diantaranya disampaikan oleh Koalisi Selamatkan MK. Mereka menganggap Komisi Yudisial layak diberi wewenang sebagai pengawas eksternal hakim konstitusi.
Koalisi pun mendorong pemerintah membuat Undang-undang baru atau mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, untuk mendukung terwujudnya pengawasan eksternal terhadap Mahkamah Konstitusi.
YOHANES PASKALIS