TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan mantan menteri badan usaha milik negara, Dahlan Iskan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi mobil listrik. Jaksa Agung M. Prasetyo menepis anggapan penetapan tersangka Dahlan dalam kasus ini merupakan kriminalisasi atau politisasi.
Baca juga: Ini Tanggapan Dahlan Setelah Jadi Tersangka Mobil Listrik
"Dia (Dahlan) memerintahkan nyari dana, nunjuk Dasep sebagai pelaksananya. Ini bukan riset, ini pengadaan barang," kata Prasetyo kepada wartawan di kantornya, Jumat, 3 Februari 2017. Dasep Ahmadi yang dimaksud Prasetyo adalah pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama, sebagai pembuat mobil.
Dahlan dikenai Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Prasetyo mengatakan Dahlan memesan 16 unit mobil listrik dan dimodifikasi. "Dan itu mobil Alphard yang dibeli. Enggak tahu mesinnya diganti apa akhirnya enggak bisa dipakai," ujarnya.
Prasetyo mengatakan pihaknya tidak mencari-cari kesalahan atau merekayasa atau dendam terhadap Dahlan. "Kejaksaan enggak ada urusan apa-apa dengan Dahlan Iskan," katanya.
Menurut dia, Dahlan dikenal menteri yang baik, jujur, sederhana, dan tulus. Sebelum ditetapkan tersangka kasus mobil listrik ini, dia lebih dulu menjadi tersangka kasus pelepasan aset badan usaha milik daerah Provinsi Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha.
"Biarlah semuanya diceritakan oleh yang bersangkutan. Nanti kita lihat faktanya seperti apa," kata Prasetyo.
Dia mengklaim kejaksaan sangat berhati-hati dalam penanganan setiap kasus. "Enggak ada istilah politisasi, kriminalisasi, atau sasi-sasi yang lain."
REZKI ALVIONITASARI