TEMPO.CO, Makassar - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat Sulawesi Selatan berada di urutan ke-10 dalam praktek gratifikasi untuk memuluskan kegiatan.
"Laporan yang masuk ke KPK, Sulawesi Selatan masuk 10 besar pemberian gratifikasi dengan jumlah kasus 29," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Makassar, Kamis, 2 Februari 2017.
Namun ia menjelaskan, 29 kasus tersebut bukan hanya ditangani KPK, melainkan seluruh penegak hukum. Karena itu, Basaria mengungkapkan pihaknya datang ke Makassar untuk melakukan pertemuan dengan kepada lembaga atau organisasi non-pemerintahan membahas langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk memberantas korupsi.
Baca:
Jadi Justice Collaborator, Layakkah Bupati Klaten?
Menurut Basaria, KPK memprioritaskan penyelesaian kasus korupsi di seluruh Indonesia. Namun pada 2016 lalu, ada 6 daerah yang menjadi prioritas, yakni Aceh, Sumatera Barat, Papua, Papua Barat, Riau, dan Banten. "Papua dan Papua Barat itu kan otonomi khusus. Kalau Riau kita prioritaskan karena gubernurnya sudah tiga kali masuk penjara," ucap dia.
Untuk 2017, lanjut dia, pihaknya akan menambah daerah yang berpotensi melakukan tindak pidana korupsi. "Kemungkinan ada 17 provinsi tahun ini. Tapi kita juga masih akan teliti," ucap dia.
Adapun terget bidang yang menjadi fokus KPK, menurut dia, antara lain berhubungan dengan ketahanan pangan. Seperti masalah impor-ekspor daging, Bulog yang berhubungan dengan beras dan sumber daya manusia, kehutanan, serta pertambangan.
"Itu yang menjadi fokus kita selain fokus di infrastruktur," ujarnya. Ia mengatakan empat item ini akan menjadi prioritas penanganan korupsi di Indonesia. "Tapi yang lain bukan tidak kita kerjakan."
Baca juga:
Soal Isu Penyadapan, Jokowi: Itu Urusan Pengadilan
Sementara Bidang Riset Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Selatan, Wiwin Suwandi, mengapresiasi semua kasus yang ditangani KPK dalam hal melakukan operasi tangkap tangan. Namun, kata dia, pencegahan memberantas korupsi masih kurang. "Kita berharap, ke depan, sistem ini diperbaiki. Kenapa ada OTT itu karena sistem pengawasan yang lemah dan mentalitas aparat yang buruk," ucap Wiwin.
Menurut dia, pihaknya akan tetap mendukung KPK karena merupakan salah satu penegak hukum yang bisa mencegah korupsi lantaran kejaksaan dan polisi dinilai tak maksimal. "Tapi kami akan melawan KPK jika sudah tak di jalur yang benar, jika terlibat kepentingan politik lagi," tutur dia. Karena itu, ia menambahkan, KPK juga sadar minta diawasi dari masyarakat sipil jika sudah mulai melakukan pembelokan di jalur kebenaran.
DIDIT HARIYADI