TEMPO.CO, Jakarta - Mantan petinggi PT Garuda Indonesia, Elisa Lumbantoruan, dicecar 28 pertanyaan dalam kaitan kasus suap Emirsyah Satar, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis, 2 Februari 2017. Elisa mengatakan penyidik ingin menggali tugas dan wewenangnya dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat maskapai Garuda.
"Saya diberikan 28 pertanyaan yang terkait dengan posisi saya waktu itu," kata Elisa setelah menjalani pemeriksaan di KPK, Kamis, 2 Februari 2017. Hari ini ia dihadirkan sebagai saksi untuk mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam dugaan suap pembelian pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce.
Baca juga:
Kasus Suap Emirsyah Satar, KPK Periksa Dua Pejabat Garuda
Kasus Emirsyah Satar, KPK Mulai Periksa Saksi Pertama
Elisa Lumbantoruan menjabat sebagai direksi di PT Garuda Indonesia selama enam tahun. Sejak November 2007 hingga April 2013, ia tercatat menduduki tiga kursi direksi. Tiga tahun pertama ia habiskan menjadi Direktur Strategi dan IT, dua tahun setelahnya menjadi Direktur Keuangan, setahun berikutnya ia menjadi Direktur Research dan Marketing.
Elisa menuturkan pemeriksaannya hari ini berkaitan dengan jabatannya saat menjadi Direktur Strategi dan IT. Saat itu, ia bertugas membuat strategi dan rencana di PT Garuda Indonesia.
Silakan baca:
Emirsyah Satar Tersangka Suap, Begini Riwayat Kariernya
Sebagai direksi, Elisa mengatakan ia ikut mengambil keputusan dalam pengadaan mesin pesawat saat itu. Namun, ia enggan menjelaskan pertimbangan apa yang membuat Garuda memilih Rolls-Royce. "Saya ikut jadi anggota direksi yang memutuskan waktu itu. Itu adalah proses pengambilan keputusan di rapat direksi," katanya.
Emirsyah Satar diduga menerima suap Rp 46 miliar yang diberikan melalui Soetikno Soedarjo, Beneficial Owner Connaught International. Suap itu diduga diberikan agar Garuda membeli mesin pesawat Rolls-Royce dalam pengadaan pesawat Airbus dalam kurun 2005-2014.
MAYA AYU PUSPITASARI
Simak:
Fraksi Demokrat Mau Ajukan Hak Angket Dugaan Penyadapan SBY
MUI Bantah Ada Intervensi Saat Keluarkan Fatwa Penistaan Agama