TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan warga Indonesia yang memilih menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal adalah dalam rangka menghindari alur birokrasi yang mahal, sehingga mereka cenderung mencari jalur lain.
"Dibutuhkan Rp 8 juta dan waktu tiga-empat bulan untuk menjadi tenaga kerja di luar negeri. Bagi mereka yang datang dari keluarga prasejahtera dan tinggal di perdesaan, ini menjadi beban finansial yang sangat berat. Jadi tidak mengherankan banyak dari mereka yang memilih jalur ilegal," kata peneliti CIPS bidang migrasi internasional dan kewirausahaan, Rofi Uddarojat, dalam rilis, Kamis, 2 Februari 2017.
Menurut Rofi, peristiwa tragedi tenggelamnya sejumlah TKI di perairan Johor, Malaysia, mengindikasikan adanya warga yang rela menempuh jalur ilegal untuk menghindari kerumitan alur yang dibuat pemerintah.
Dia mencontohkan, biaya proses rekrutmen bisa setara dengan delapan bulan gaji serta prosedur yang dibuat untuk melindungi malah menciptakan hambatan yang panjang dan mahal untuk migrasi yang legal.
"Pemerintah harus mengurangi durasi dan merevisi kurikulum pelatihan. Membuat proses perekrutan lebih pendek dan murah akan membantu mengurangi angka TKI ilegal," ucapnya.
Jumlah korban meninggal kapal karam di perairan Tanjung Rhu Mersing, Johor Bahru, yang diduga TKI ilegal yang menyeberang dari Batam ke Johor mencapai 26.
"Rekapitulasi korban meninggal sampai dengan saat ini telah bertambah satu jenazah laki-laki yang ditemukan nelayan Pulau Sibu, Mersing, Johor, sehingga total ada 26 jenazah yang terdiri atas 18 laki-laki dan delapan perempuan," ujar Konsul Jenderal RI (KJRI) Johor Bahru, Haris Nugroho di Johor Bahru, Rabu, 1 Februari 2017.
Haris menuturkan korban selamat yang ditemukan sebanyak delapan, antara lain satu warga negara Malaysia dan lima WNI.
Sebelumnya, anggota Tim Pengawas TKI Dewan Perwakilan Rakyat, Rieke Diah Pitaloka, mendorong berbagai elemen bangsa mengusung solidaritas yang tinggi dalam rangka mengatasi persoalan yang menimpa TKI. "Kita solidaritas bersama karena persoalan buruh migran di negara mana pun saya kira tidak bisa jalan sendiri," kata Rieke.
ANTARA
Simak pula:
Pamor Ahok di Media Sosial Jeblok Setelah Serang Ma'ruf Amin