TEMPO.CO, Blitar - Eko Budoyo, pejabat Pemerintah Kabupaten Blitar yang menghilang dengan uang korupsi Rp 1,7 milyar, dikenal kerap bolos. Saat ini, pegawai negeri tersebut tengah menjalani sanksi pemecatan dari Badan Kepegawaian Daerah.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Blitar Ahmad Lazim menyatakan Eko memiliki catatan indisipliner cukup parah selama berdinas. Bahkan, karena kerap membolos tanpa alasan, Badan Kepegawaian dan Inspektorat merekomendasikan sanksi kepegawaian berupa pemecatan kepada Eko. “Saat ini, proses pemecatan karena catatan indisiplinernya,” kata Lazim kepada Tempo, Rabu, 1 Februari 2017.
Baca:
Gondol Rp 1,7 Milyar, Pejabat Pemkab Blitar Menghilang
Santri Jombang Minta Semua Pihak Menahan Diri
Dia menjelaskan, jauh sebelum tindak pidana korupsi yang dilakukan Eko disidik Kejaksaan Negeri Blitar, pegawai negeri tersebut sudah kerap tak masuk kerja. Hal ini menjadi kasak-kusuk di kalangan pegawai negeri lainnya hingga membuat Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah menjatuhkan sanksi. Mulai teguran lisan, teguran tertulis, hingga akhirnya rekomendasi pemberhentian dengan tidak hormat.
Karena itu, ketika belakangan Kejaksaan Negeri Blitar melakukan penyidikan atas dugaan korupsi kepada Eko, tak ada satu pun pejabat Pemerintah Kabupaten Blitar yang mengetahuinya. Bahkan, karena statusnya bukan lagi pegawai negeri sipil, Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Blitar tak akan memberikan pendampingan ataupun advokasi kepada Eko. “Tidak ada bantuan hukum untuk beliau,” kata Lazim.
Keterangan senada disampaikan Kepala Bagian Humas Pemkab Blitar Puguh Imam Susanto yang menegaskan Eko sedang menjalani sanksi kepegawaian. Hanya saja, dia tidak memberikan rincian ketidakhadiran Eko sebagai pegawai negeri mulai kapan. Informasi yang beredar, pejabat itu sudah tak lagi masuk kerja sejak Oktober 2016. Perbuatan itu membuat tersangka tak lagi mendapat jatah gaji dari pemerintah. “Sedang dalam proses pemberian sanksi,” kata Puguh melalui pesan singkat.
Eko Budoyo dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah melarikan diri saat menjalani penyidikan. Dia diduga menyelewengkan dana pemilihan presiden 2014 senilai Rp 1,7 milyar saat menjabat Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Blitar.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Blitar Safi mengatakan penetapan Eko sebagai buron dilakukan setelah keberadaannya tak lagi diketahui. Pejabat Pemerintah Kabupaten Blitar ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan akan menjalani proses persidangan bersama tersangka lain. “Sudah tiga kali panggilan tidak hadir,” kata Safi.
Safi menjelaskan, penetapan status tersangka terhadap Eko berdasarkan penyidikan yang dilakukan beberapa bulan terakhir. Pengungkapan kasus ini berawal dari audit BPK pada 2015 yang menemukan kebocoran anggaran Rp 1,7 milyar di KPU Kabupaten Blitar. Eko dianggap bertanggung jawab atas beberapa kegiatan fiktif dan mark up anggaran selama penyelenggaraan pemilihan presiden 2014.
Pelaporan Safi ke kejaksaan tinggi ini dimaksudkan agar data Eko Budoyo dikirimkan ke Adhyaksa Monitoring Centre (AMC) yang merupakan lembaga pemburu tersangka se-Indonesia. Lembaga ini di bawah kendali Jaksa Muda Bidang Intelijen.
HARI TRI WASONO