TEMPO.CO, Jakarta -Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk mengungkap nama-nama perusahaan yang ada dalam peta indikatif restorasi gambut.
"Saya pikir dari 2,4 juta hektare lebih temuan BRG di peta indikatif diketahui 1,4 juta hektare itu di wilayah berizin. Seharusnya di 2017 BRG lebih proaktif, lebih tegas ke korporasi," kata Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati di Jakarta, Minggu, 29 Januari 2017.
Menurut dia, hal ini perlu dilakukan mengingat lebih dari 1,4 juta hektare (ha) lahan dari total 2,4 juta hektare lebih yang perlu direstorasi merupakan milik perusahaan.
Ia menyarankan agar BRG membuka informasi tersebut ke publik agar semua tahu dan masyarakat juga bisa ikut memantau.
"Kalau dari Walhi waktu itu kan baru temuan awal yang kita overlay. Nah, BRG bisa buka temuannya, benar tidak temuan Walhi, punya data berbeda atau sama," tambah dia.
Menurut Nur Hidayati yang akrab di sapa Yaya, soal transparansi, keterbukaan informasi untuk korporasi-korporasi yang terindikasi dalam peta indikatif restorasi BRG sangat penting bagi publik.
"Kalau BRG bisa buka (peta indikatif restorasi gambut) itu saja sudah sesuatu yang maju," katanya.
Ia melihat capaian BRG di 2016 terlalu fokus ke lahan gambut yang dikelola masyarakat. Bukan berarti mengecilkan kinerja yang telah dilakukan, karena sangat bagus badan khusus yang di bentuk Presiden Joko Widodo ini memperhatikan masyarakat.
"Cuma kemudian yang terjadi adalah karena hanya itu yang diekspos, seolah-olah opini publik terbentuk bahwa masyarakat yang membakar, padahal bukan. Tapi jika dilihat kan memang BRG justru lebih dulu mengitervensi lahan gambut bekas terbakar milik masyarakat," ujar dia.
Kepala BRG Nazir Foead menanggapi kritikan Walhi tersebut mengatakan Pemerintah dalam hal ini BRG, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama Kementerian Pertanian (Kemtan) sedang memverifikasi luas area gambut perusahaan yang harus direstorasi.
Ada 25 surat penugasan restorasi yang sekarang sedang diverifikasi bersama oleh Pemerintah dan perusahaan.
"Rasanya tidak masalah kalau sudah verifikasi bisa diinformasikan nama perusahaannya. Mereka nantinya melakukan restorasi gambut di areal mereka dibawah arahan pemerintah," ujar Nazir.
Menurut Nazir, keterbukaan informasi seperti yang disebutkan Walhi memang perlu sehingga masyarakat juga dapat memantau kinerja restorasi gambut yang sedang berjalan.
Secara bertahap, setelah terverifikasi diharapkan seluruh nama perusahaan pemegang konsesi yang harus melakukan restorasi dapat disampaikan ke publik.
Sebelumnya Nazir mengatakan peta indikatif restorasi gambut menggunakan peta Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), sebaran gambut dari berbagai sumber, tutupan hutan, kebakaran gambut, dan keberadaan kanal. BRG menggunakan peta baik dari KLHK, Kemtan dan berbagai lembaga lainnya.
Peta indikatif restorasi gambut yang telah dikeluarkan BRG adalah peta indikatif skala 1:250.000, dan peta terbentuk setelah mendapatkan masukan publik dari peta indikatif yang sudah ada di pemerintah dan pihak lain.
ANTARA