TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menilai perlu pembenahan sistem rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi. Pembenahan ini bertujuan menciptakan sistem rekrutmen yang transparan dan akuntabel.
"Pemerintah dan DPR perlu menyiapkan sistem rekrutmen yang transparan dan akuntabel. Tak boleh lagi rekrutmen tertutup," kata Suparman di restoran Gado-gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 28 Januari 2017.
Baca: Kasus Patrialis, Administrator Peradilan Perlu Dievaluasi
Ia menambahkan, sistem rekrutmen yang terbuka juga diimbangi dengan sistem pengawasan yang efektif. Pengawasan tersebut dilakukan pihak internal maupun eksternal. "Kehadiran KY harus dilihat sebagai upaya membangun trust system, jadi jangan dicurigai," ujarnya.
Pola rekrutmen hakim MK menjadi sorotan ketika KPK menangkap Patrialis Akbar dalam dugaan kasus suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Penunjukan Patrialis oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu sempat menuai polemik.
Simak: Ada Spekulasi di Kasus Patrialis, Ini Kata Mantan Ketua KY
Adapun anggota Komisi Hukum DPR, Syaiful Bahri Ruray, mengatakan mekanisme rekrutmen yang terbuka dapat menjaring calon yang berkualitas. "Rekrutmen itu harus terpadu. Sekarang rekrutmen kita main sendiri-sendiri, DPR sendiri, MA sendiri, Presiden sendiri," tutur Syaiful.
Ia mencontohkan sistem rekrutmen hakim di Jepang yang dimulai melalui pemantauan di fakultas hukum perguruan tinggi. "Perguruan tinggi yang merekomendasikan siapa yang bisa menjadi jaksa dan hakim," ujar politikus Partai Golkar tersebut.
Lihat: Komisi Hukum: Kasus Patrialis Pengaruhi RUU Jabatan Hakim
Di Amerika Serikat, kata Syaiful, proses rekrutmen hakim agung harus melalui debat terbuka di senat. Proses rekrutmen pun membuka kesempatan warga Amerika Serikat memberikan tanggapan atau kritik saat kongres. "Jadi sangat-sangat terbuka," ucap Syaiful.
ARKHELAUS W.