TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menilai tertangkapnya Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar atas dugaan suap perkara uji materi adalah pengkhianatan terhadap negara. Sebab, ini terjadi pada saat pembenahan institusi pasca suap bekas Ketua MK Akil Mochtar pada 2013.
"Apa yang dilakukan Akil dan Patrialis, ini sebagai pengkhianatan tertinggi terhadap negara dan konstitusi," kata Suparman dalam diskusi di Restoran Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 28 Januari 2017.
Ia pun meminta publik menunggu proses hukum yang bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, penangkapan Patrialis harus menjadi momentum perbaikan MK. "Ada banyak spekulasi soal kasus Patrialis, tapi saya percaya dengan kerja KPK," kata Suparman.
Baca:
Kasus Patrialis, Administrator Peradilan Perlu Dievaluasi
Patrialis menjadi tersangka kasus suap dari pengusaha importir Basuki Hariman sekitar Sin$ 200 ribu. Pemberian duit itu bertujuan untuk mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penangkapan ini adalah yang kedua, setelah pada 2013, Ketua MK Akil Mochtar dicokok KPK dalam suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah Banten. Akil divonis kurungan seumur hidup.
Adanya dua kasus menjerat hakim MK ini, menurut anggota Komisi Hukum DPR, Syaiful Bahri Ruray, bisa menjadi sinyal buruk untuk Indonesia menjadi negara gagal. Kasus ini, kata dia, bisa menumbuhkan social distrust atau ketidakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Syaiful pun menyarankan agar dilakukan perubahan struktural dan kultural dalam tubuh MK. "Kalau social distrust tidak ditangani bisa jadi social disobidient atau pembangkangan publik," kata politikus Golkar tersebut.
ARKHELAUS W
Baca juga:
Wapres JK: Antasari Berhak Mengungkap Kembali Kasusnya
Fadli Zon Pertanyakan OTT KPK pada Patrialis Akbar