TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo telah menerima surat dari Kepala Angkatan Pertahanan Australia Air Chief Marshall Mark Donald Binskin terkait dengan masalah pelesetan Pancasila oleh militer Australia beberapa waktu lalu.
Baca: Harta Patrialis Tersebar dari Bekasi, Jakarta, sampai Padang
Menurut Gatot, Binskin akan datang ke Indonesia pada 8 Februari 2017 untuk menyampaikan hasil investigasi Australia terkait dengan kasus itu. "Akan menemui KASAD (Kepala Staf Angkatan Darat) dan saya. Bagaimana hasil investigasinya, saya belum tahu," kata Gatot saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Januari 2017.
Gatot belum mengetahui persis apa yang akan disampaikan oleh pihak Australia nanti. Yang jelas, kata dia, Binskin datang untuk meminta maaf dan menyerahkan hasil investigasi. "Kita tunggu saja apa yang akan dibicarakan," ujarnya.
Baca: Kasus Rizieq di Jabar, dari 'Campur Racun' sampai Soal Tanah
Ia menuturkan, setelah pertemuan itu, Indonesia baru akan merumuskan kebijakan yang akan diambil. Sebelumnya, TNI memutuskan menangguhkan sementara kerja sama militer dengan Australia pasca-terkuaknya kasus penghinaan terhadap Pancasila ini.
Dalam rapat kerja bersama Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini, Gatot berujar, keputusan penghentian kerja sama sementara itu mendapat apresiasi dari DPR. Menurut dia, kemungkinan melakukan kerja sama kembali dengan militer Australia masih terbuka. "Tapi tergantung bagaimana nanti hasilnya," ucapnya.
Baca: Patrialis Akbar, Hakim Mahkamah Konstitusi Pilihan SBY
Kabar pelecehan Pancasila itu diketahui saat Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berlatih bersama pasukan Australia. Seorang instruktur bahasa dari Kopassus menemukan materi pelatihan yang dinilai menghina Indonesia. Pancasila dipelesetkan menjadi Pancagila.
Pihak militer Australia sudah meminta maaf terkait dengan kasus ini. Mereka menyatakan akan memperbaiki kurikulum pelajarannya.
Gatot menuturkan, kurikulum pendidikan kerja sama militer ini memang dibuat tanpa melibatkan Indonesia. Pihak Indonesia yang datang ke sana hanya diminta untuk mengajar saja. "Guru militer saya datang ke sana, kurikulumnya sudah di sana," ujarnya.
AHMAD FAIZ