TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Sri Wahyuningsih menilai efektivitas pengawasan inspektur tidak optimal. Menurut dia, ini terlihat melalui ketidakmampuan inspektorat mendeteksi penyimpangan pengelolaan keuangan dan praktek korupsi pemerintah daerah.
"Khususnya yang terbaru terjadi di Klaten, jual-beli jabatan terjadi begitu masif di 800 formasi jabatan," kata Sri dalam rapat kerja Konsolidasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Hotel Discovery, Ancol, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017.
Jika mampu mendeteksi pun, kata Sri, inspektorat tetap tidak mampu mencegah adanya praktek korupsi di pemerintah daerah. "Ini menjadi gambaran lemahnya independensi inspektorat daerah," kata Sri.
Baca juga:
Ussy Sulistiawaty Sayangkan Kicauan Uus Soal Rizieq
Termakan Hoax Istri Selingkuh, Pria Ini Bakar Rumah Tetangga
Kejanggalan Saksi Sidang Ahok, dari Titik Koma hingga Sepatu
Sri menjelaskan saat ini seorang inspektur pemerintah daerah diangkat dan diberhentikan kepala daerah dan bertanggung jawab ke kepala daerah. Selain itu, posisi inspektorat pun masih berada di bawah sekretaris daerah. "Ini mengakibatkan struktur dan kinerja inspektur menjadi tidak independen," kata Sri.
Kementerian Dalam Negeri pun menyarankan optimalisasi pengawasan secara berjenjang, serta pengangkatan dan pemberhentian inspektorat secara terpusat dengan revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuannya, penyetaraan eselonering inspektorat dan sekretaris daerah.
Sri mewakili Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membuka rapat tersebut. Agendanya, menyusun format kelembagaan inspektorat daerah yang independen, pemantapan agenda pengawasan 2017, dan persiapan penyusunan pengurus jabatan fungsional pengawas penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah (P2UPD).
ARKHELAUS WISNU
Baca juga:
Teka-Teki Kematian 3 Mahasiswa UII:Disebut Diare, Faktanya..
Begini Indikasi Kekerasan dan Penganiayaan 3 Mahasiswa UII