TEMPO.CO, Karanganyar - Sri Handayani mengaku syok mendengar anaknya, Syaits Asyam, meninggal setelah mendapat perawatan Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Ibu 46 tahun itu juga sedih dan heran dengan kematian anaknya. Sebab, kondisi tubuh anaknya penuh luka. “Saya syok. Tadinya anak saya ganteng, tapi saat ketemu kotor dan penuh luka,” kata Sri.
Syaits Asyam adalah mahasiswa Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) angkatan 2015. Sebelum meninggal, dia mengikuti Pendidikan Dasar The Great Camping (TGC) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Unisi UII. Acara berlangsung di lereng Gunung Lawu, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Syaits meninggal pada 21 Januari 2017 pukul 14.45.
Wakil Rektor III UII Abdul Jamil mengatakan Syaits sempat diare sebelum dibawa ke RS Bethesda. “Almarhum menginginkan pulang ke Yogyakarta. Mungkin diare itu yang membuatnya lemas,” ujar Jamil.
Baca: Mahasiswa UII, Biasa Disapa 'Pak Meteri'
Kemungkinan penyebab kematian Syaits Asyam karena mengalami kekerasan. Sebab, banyak luka pada tubuh korban, di antaranya bagian punggung, kedua tangan, dan kuku kaki kanan terkelupas. Syaits kesulitan bernapas saat tiba di RS Bethesda. Dari hasil otopsi, ditemukan luka pada paru-paru sebelah kanan, dan ini yang diduga membuat Syaits kesulitan bernapas.
Sri Handayani mengisahkan ketika anaknya menjelang ajal. Pada Sabtu, 21 Januari 2017, pukul 11.30, Sri tiba di rumah sakit dan melihat kondisi Syaits sudah kesulitan bernapas. Dokter rumah sakit menyarankan Sri mengambil kertas dan pena untuk mencatat setiap pesan yang disampaikan Syaits.
Pengakuan Syaits yang disampaikan kepada ibunya antara lain dia dipukul dengan rotan pada bagian punggung sebanyak sepuluh kali, disuruh mengangkat air dengan leher sehingga kesakitan, serta kakinya diinjak-injak oleh seniornya.
Baca juga: Dua Mahasiswa UII Tewas Usai Ikuti Pendidikan Dasar Mapala
Kepolisian Resor Karanganyar tengah mencari bukti dan keterangan atas kematian mahasiswa UII. Ada indikasi terjadinya penganiayaan dalam kasus Syaits Asyam. Polisi berkeyakinan cepat atau lambat bisa menemukan pelaku penganiayaan dan menetapkannya sebagai tersangka.
"Kami harap bisa melakukan gelar perkara dalam 1-2 hari ini," tutur Kepala Polres Karanganyar Ajun Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, Selasa, 24 Januari 2016. "Ada sembilan saksi yang kami mintai keterangan."
Polisi, menurut Ade, juga mengumpulkan hasil visum dan otopsi korban meninggal. Dokumen tersebut berasal dari Puskesmas Tawangmangu, RSUD Karanganyar, RS Bethesda, serta RSUP Saedjito. "Indikasinya memang terjadi kekerasan," ucapnya.
PITO AGUSTIN RUDIANA | AHMAD RAFIQ