TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah ke luar negeri dua tersangka dugaan suap pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Mereka adalah mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo, Beneficial Owner Connaught International.
"Kami sudah melakukan pencegahan. Sudah beberapa hari lalu, kami minta ke Dirjen (Direktorat Jenderal) Imigrasi," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di KPK, Jumat, 20 Januari 2017.
Baca: Emirsyah Satar Dikenal Ramah di Lingkungannya
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Agung Sampurno menuturkan permintaan KPK telah diterima pada 16 Januari 2017. Sejak hari itu, Ditjen Imigrasi mengeluarkan surat cegah.
"Sudah kami terima atas nama Emirsyah. Berlaku untuk enam bulan ke depan," ucap Agung saat dihubungi. Sedangkan untuk Soetikno, Agung belum bisa memastikan. "Nanti saya cek lagi."
Baca: Harta Emirsyah Satar Naik 2 Kali Lipat dalam 3 Tahun
KPK belum menahan kedua tersangka. Namun status cegah itu membuat kedua tersangka tidak bisa ke luar negeri. Menurut perhitungan, surat cegah akan habis masa berlakunya pada 16 Juli 2017.
Emirsyah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari Rolls-Royce, perusahaan produsen mesin asal Inggris, agar membeli mesinnya dalam pengadaan mesin pesawat Airbus. Uang suap itu diberikan melalui Soetikno.
Suap itu diduga diberikan dalam rentang 2005-2014 atau saat Emirsyah masih menjabat Direktur Utama Garuda Indonesia. Suap diberikan melalui transfer yang dilakukan beberapa kali sepanjang rentang waktu itu. "Lebih dari satu kali," ujar Syarif.
Total uang yang diterima Emirsyah adalah 1,2 juta euro dan US$ 180 ribu atau sekitar Rp 20 miliar. Chairman Matahari Mall itu juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Emirsyah sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan di KPK. Menurut Laode, dia akan kembali diperiksa jika penyidik membutuhkan keterangannya.
Dari kerja sama yang dilakukan dengan Serious Fraud Office (SFO), badan antikorupsi Inggris, dan Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB) di Singapura, KPK menemukan bukti awal berupa komunikasi dan catatan perbankan. "Tapi kami tidak bisa perlihatkan," kata Syarif.
Menurut Syarif, bukti-bukti yang diterima KPK dari SFO dan CPIB hanya untuk keperluan penyidikan dan bukti di pengadilan. Karena itu, KPK belum bisa menunjukkan detail bukti-bukti tersebut.
MAYA AYU PUSPITASARI
Baca juga:
Suap E-KTP, Gamawan Dicecar KPK 3 Pertanyaan Selama 8 Jam
Ini Tokoh AS yang Akan Hadir dalam Pelantikan Trump