TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. mengatakan pembahasan presidential threshold tidak diperlukan karena pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dilakukan secara serentak.
”Alternatif utama dalam pemilihan presiden tidak usah ada threshold, ini bukan keharusan,” kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 Januari 2017.
Baca: Ambang Batas Naik, Pemerintah Ingin Pemilu Berkualitas
Jika presidential threshold atau ambang batas tetap dimasukkan, kata Mahfud, dikembalikan pada ambang batas parlemen pada Pemilu 2014. Menurut dia, hal itu menjadi ukuran sebuah partai dipercaya masyarakat dan mendapat dukungan melalui ambang batas parlemen.
Ia menjelaskan, berdasarkan simulasi dengan pemilu yang digelar bersamaan, tidak ada keharusan untuk menentukan ambang batas dalam pemilihan presiden. “Apalagi, dalam Pasal 6A UUD ketentuan tentang threshold sama sekali tidak disinggung,” ujarnya.
Selain itu, pilihan untuk meniadakan presidensial threshold dirasa lebih aman dengan adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Ia berharap pembahasan ambang batas ini diserahkan kepada legislatif dengan mempertimbangkan pandangan masyarakat.
Saat ini, Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu sedang membahas rancangan undang-undang yang bakal dijadikan dasar untuk penyelenggaraan pemilu pada 2019. Salah satu isu krusial adalah sistem pemilu yang digunakan. Beberapa fraksi terbelah, ada yang meminta sistem proporsional terbuka dan ada yang proporsional tertutup.
ARKHELAUS W.
Baca juga:
Rizieq Sebut Kapolda Otak Hansip, Begini Reaksi Kapolri Tito
Merah Putih Diberi Gambar, Polisi Buru Pelakunya