TEMPO.CO, Jakarta - Jenazah satu-satunya perempuan sukarelawan operasi pembebasan Irian Barat dari penguasaan Belanda tahun 1961-1963, Herlina Kasim, akan dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta, pada Rabu siang, 18 Januari 2017.
"Ibu sudah mengamanahkan demikian. Beliau tidak mau disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta," kata kata anak laki-laki Herlina, Rigel Wahyu Nugroho, kepada Antara saat ditemui di rumah duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu dini hari.
Herlina yang lahir di Malang, Jawa Timur, pada 24 Februari 1941 meninggal dunia di RSPAD Jakarta pada Selasa malam, 17 Januari 2017, pukul 22.45 WIB pada usia 75 tahun.
Menurut Rigel, penerima penghargaan "Pending Emas" dari Presiden Soekarno itu sudah dirawat di rumah sakit selama 13 hari terakhir karena komplikasi penyakit.
"Pada pukul 22.45 WIB (Selasa) dokter menyatakan bahwa ibu sudah tidak bisa diselamatkan," kata Rigel.
Presiden Soekarno memberikan penghargaan Pending Emas pada tahun 1963, yang berupa emas seberat setengah kilogram serta uang Rp10 juta, atas jasa Herlina yang turut bergerilya dalam Tri Komando Rakyat (Trikora)--sebuah operasi beranggotakan relawan sipil dengan tugas penyusupan dan penyerangan terbuka di sejumlah wilayah strategis Irian Barat.
Operasi Trikora merupakan pelengkap operasi Mandala yang beranggotakan satuan militer di bawah komando Mayor Jenderal Soeharto--presiden kedua Indonesia.
Dalam operasi Trikora, Herlina yang saat itu masih berusia 20 tahun ditugaskan bersama 20 sukarelawan sipil lain di hutan-hutan Irian Barat. Dia adalah satu-satunya perempuan di antara ratusan relawan yang terbagi menjadi 10 kompi.
Sebelum mendaftarkan diri dalam operasi Trikora, Herlina adalah seorang jurnalis di Maluku yang dikenal punya hubungan dekat dengan satuan militer setempat.
Atas keberaniannya sebagai perempuan gerilyawan itulah Presiden Soekarno memberi penghargaan Pending Emas.
Namun, dia kemudian mengembalikan penghargaan itu kepada negara untuk menunjukkan niat tulusnya membebaskan Irian Barat.
"Ibu mengembalikan penghargaan itu karena memang niatnya tulus berjuang untuk kemerdekaan Irian Barat," kata Rigel.
ANTARA I S. DIAN ANDRYANTO