TEMPO.CO, Makassar - Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Maros, Sulawesi Selatan, Ajun Komisaris Jufri Natsir mengatakan luka lebam di perut kiri Ari Pratama, seorang taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, belum diketahui penyebabnya. Menurut Jufri, polisi belum melakukan otopsi setelah menerima pengaduan dari keluarga korban pada 22 Desember 2016. "Belum ada indikasi kekerasan, ini masih proses lidik (penyelidikan)," kata Jufri, Selasa, 17 januari 2017.
Menurut dia, semula pihak Akademi menginformasi ke keluarga korban untuk mengotopsi jasad Ari agar diketahui secara pasti penyebab kematiannya. Namun pihak keluarga menolak sehingga jenazah Ari dikirim ke Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. "Tapi beberapa hari kemudian orang tua korban menyurati Kepolisian karena diduga Ari meninggal tak wajar," tutur dia.
Poin penting dalam surat dari keluarga korban, kata Jufri, adalah adanya lebam pada perut Ari. "Tapi saat ditemuakan tewas, lalu korban diserahkan ke pihak sekolah, tidak ditemukan luka lebam itu," ucap dia.
Kendati demikian, ucap Jufri, pihaknya akan berkoordinasi dengan Laboratorium Forensik Polda Sulawesi Selatan agar berhubungan dengan Laboratorium Forensik Polda Jawa Timur untuk mengotopsi mayat Ari.
Sebelumnya, Ari ditemukan tewas di Kolam Renang Tirta Yuda Brigade Infanteri Lintas Udara 3 Tri Budi Sakti Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Kariango di Kabupaten Maros pada Sabtu, 19 November 2016. Jasad Ari ditemukan di dasar kolam dengan kedalaman lebih dari dua meter.
Kepala Urusan Rumah Tangga ATKP Makassar Muhammadong menuturkan peristiwa tewasnya Ari di luar jam sekolah. Ketika itu, kata Muhammadong, dia langsung menelpon keluarganya untuk menanyakan apakah perlu diotopsi atau tidak. "Posisi saat itu masih di Poliklinik Kostrad, saya tanyakan apa anak ini mau di otopsi atau tidak. Tapi jawaban orang tuanya tidak usah," tutur dia.
Oleh karena itu ATKP Makassar langsung mengirimkan mayat korban ke keluarganya. Bahkan, kata dia, ATKP juga sempat menanyakan apakah dimandikan dan disalatkan di Makassar. Tapi keluarga juga menolak.
Soal dugaan tindak kekerasan kepada Ari, Muhammadong berujar saat mayat dibawa dari kolam renang ke ATKP Makassar, belum ada tanda lebam. "Kalau ditanya soal itu (kekerasan), biar medis polisi yang menjawab berdasarkan hasil investigasi. Tapi menurut kami penyebabnya itu (lebam) karena suntikan formalin, sebab salah satu persyaratan untuk memberangkatkan mayat harus disuntik formalin," tutur Muhammadong.
Menurut dia, sistem pendidikan di ATKP Makassar pada Senin-Jumat taruna ikut pembelajaran. Mereka tinggal di kampus. Pada Sabtu mahasiswa diliburkan. "Sabtu jadwal wekeend, kalau taruna mau keluar haknya mereka," tambahnya.
Menurut Muhammadong, saat libur itu almarhum tinggal di rumah temannya yang berjumlah sekitar 24 orang. "Seharusnya almarhum wisuda bulan sembilan tahun ini, karena semester tiga tingkat dua dan ambil pendidikan Diploma II. Dia masuk ATKP Makassar pada 2015," katanya.
DIDIT HARIYADI