TEMPO.CO, Mataram - Dua warga Cina ditangkap tim Imigrasi Mataram setelah dipergoki membuka toko mutiara tanpa izin usaha, Senin, 16 Januari 2017. Penangkapan terjadi di rumah toko (ruko) yang terletak di Jalan Bung Karno, Mataram. Keduanya dalam status ditempatkan di dalam ruang tahanan di Kantor Imigrasi Mataram.
Kepala Kantor Imigrasi Mataram Romi Yudianto menjelaskan pelanggaran imigrasi yang dilakukan Wang Zhu Min, 43 tahun, dan Zhang Ke, 39 tahun, tersebut di kantornya, Selasa pagi, 17 Januari 2017. “Mereka masuk sebagai wisatawan,” kata Romi Yudianto. Keduanya sedang dalam penyidikan untuk ditetapkan sebagai pelanggar administrasi atau dikenai tindakan hukum.
Mereka diketahui sudah keluar-masuk Indonesia sejak Maret 2016. Wang Zhu Min masuk melalui Yogyakarta pada Mei 2016. Sedangkan Zhang Ke lebih awal, yaitu Maret 2016. Adapun bebas visa atau visa wisata berlaku sebulan. “Mereka datang pergi masuk ke sini,” ujar Romi. Ancamannya menyalahi penyalahgunaan izin tinggal sesuai Pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Keduanya mengaku memiliki usaha Yuan Pearl di Zheng Zia, dekat Hong Kong. Di Mataram, mereka menyewa ruko Rp 27 juta setahun untuk membuka toko perhiasan mutiara air tawar. “Barangnya diperoleh dari Jakarta,” ujarnya. Modal usaha mereka Rp 500 juta dan mereka akan membuka usaha budi daya mutiara air laut yang dananya disiapkan sebesar Rp 8 miliar.
Imigrasi Mataram juga akan melakukan deportasi terhadap 12 pekerja kapal keruk Cai Jun I, yang pada 30 Desember 2016 dipergoki di Labuan Haji, Kabupaten Lombok Timur. Para pekerja di pengerukan kolam labuh pelabuhan milik Pemerintah Kabupaten Lombok Timur itu dinilai menyalahi administrasi perizinan. “Dipastikan menyalahi administrasi,” ucap Romi.
Selain warga Cina, Imigrasi Mataram menahan lima warga Timor Leste karena melewati masa tinggal di Lombok Barat. Lima orang tersebut adalah awak kapal asal Dili yang sedang melakukan perbaikan di perusahaan dok kapal di Lombok Barat. “Mereka sudah melewati izin tinggal tiga bulan,” kata Romi.
Selain itu, ada seorang pria keturunan Myanmar, Sayid Ali, yang tidak memiliki paspor. Pria itu tinggal di Keruak, Lombok Timur, sejak 2015 untuk menyusul istrinya, wanita asal Lombok Timur. Setelah delapan bulan ditahan di penjara Mataram, Sayid menunggu keputusan selanjutnya karena statusnya adalah pengungsi Rohingya.
SUPRIYANTHO KHAFID