TEMPO.CO, Bantul - Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Suharsono blusukan ke sejumlah kelurahan di Kecamatan Pajangan untuk mendengar langsung pendapat masyarakat tentang penolakan sekelompok orang terhadap Camat Pajangan, Yulius Suharta, hanya karena dia beragama Katolik.
Suharsono datang pada malam hari tanpa pengawalan ke tiga desa di Kecamatan Pajangan, satu di antaranya Desa Guwosari. Kedatangannya sebagai bagian dari survei ke masyarakat dan tokoh agama. Sudah empat hari ini Suharsono terjun langsung secara diam-diam. “Saya naik motor dan orang nggak tahu saya bupati. Sudah kroscek, dan kebanyakan masyarakat malah nggak ngerti ada penolakan terhadap Camat Pajangan,” kata Suharsono kepada Tempo, Senin, 16 Januari 2017.
Suharsono juga telah mengumpulkan sejumlah perangkat desa untuk membahas penolakan sekelompok orang yang mengatasnamakan warga Pajangan. Hasil survei sementara menunjukkan para pemotres yang mengatasnamakan warga Pajangan hanya kelompok kecil. Mereka adalah kalangan Islam garis keras yang ngotot meminta Suharsono untuk tidak menempatkan Yulius di Kecamatan Pajangan.
Penolakan Camat Pajangan itu diduga rentetan atau kelanjutan dari desakan kelompok tertentu yang meminta pemerintah membongkar patung Yesus di Gereja Santo Yakobus Alfeus di Kecamatan Pajangan. Menurut Suharsono, survei itu akan terus dilakukan hingga ia mengambil keputusan sesuai janjinya kepada para pemrotes pada awal Februari mendatang. Ia tak bisa segera mengambil keputusan dengan alasan dibicarakan dengan satuan kerja perangkat daerah. Suharsono mengatakan mengangkat Yulius sesuai Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Keputusan itu ia ambil karena tidak ingin menabrak aturan. Yulius diangkat karena punya kompetensi. Suhartono melibatkan tim dari Polda DIY untuk mengetes psikologi Yulius dan dinyatakan lolos. Kriteria lainnya adalah soal kecerdasan, bagaimana ia bekerja, dan kepribadian Yulius. “Camat Pajangan memenuhi kriteria. Saya tidak ngawur, ” kata dia.
SHINTA MAHARANI