TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dititipkan di rumah tahanan Guntur, Jakarta Selatan, sejak 10 Januari 2017. Pemindahan sementara itu dilakukan untuk mempermudah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pemeriksaan terkait dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) periode 2011-2012.
"Dititipkan selama empat hari," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, Rabu, 11 Januari 2017.
Baca:
Diperiksa Lagi dalam Kasus e-KTP, Anas: Melengkapi Kemarin
Anas Urbaningrum Bantah Jadi Dalang Korupsi E-KTP
Anas mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, sejak 17 Juni 2015. Mahkamah Agung melipatgandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan penjara. Padahal, di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya menghukum Anas dengan hukuman 7 tahun penjara.
Terpidana kasus korupsi pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang di Sentul, Bogor, itu diperiksa terkait perannya sebagai Ketua Fraksi Demokrat pada saat pembahasan proyek e-KTP. "Karena pembahasan e-KTP melibatkan sejumlah fraksi, termasuk fraksi besar-besar saat itu," kata Febri.
Dalam kasus e-KTP, nama Anas kerap disebut oleh mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin. Daam proyek senilai Rp 6 triliun itu, Nazaruddin menuding Anas ikut menikmati duit korupsi. Anas disebut sebagai dalang yang mengatur jalannya proyek e-KTP.
Namun, Anas membantah tudingan Nazaruddin. "Kalau itu jelas tidak benar toh. Kalau keterangan dia sejauh menyangkut saya, jelas sangat tidak kredibel," ujarnya setelah diperiksa, Selasa, 10 Januari 2017.
Anas dalam dua hari kemarin, berturut-turut diperiksa penyidik KPK. "Kemarin (Selasa) masih sedikit toh, jadi hari ini melanjutkan dan melengkapi," kata dia setelah menjalani pemeriksaan di KPK, Rabu, 11 Januari 2017.
Dalam pemeriksaan selama empat jam pada Rabu kemarin, Anas mengaku mengklarifikasi beberapa hal yang menurut dia penting. "Alhamdulillah sudah selesai, saya bersyukur bisa menjelaskan dan mengklarifikasi. Ada beberapa hal yang sumbernya dari seseorang yang tidak pas," kata dia.
Untuk perkara e-KTP yang menelan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun ini, KPK telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
MAYA AYU PUSPITASARI
Simak pula:
Taruna Tewas Dianiaya Senior, Menteri Perhubungan Pecat Ketua STIP
Rizieq Komentari Usulan Agar Dia Jadi Imam Besar Umat Islam