TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus suap proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Rabu, 11 Januari 2017.
Anas mengatakan pemeriksaan kali ini untuk melanjutkan pemeriksaan yang dilakukan kemarin. "Kemarin masih sedikit toh, jadi hari ini melanjutkan dan melengkapi," kata dia setelah menjalani pemeriksaan.
Anas diperiksa selama kurang-lebih selama empat jam. Dalam pemeriksaan itu, ia bersyukur bisa mengklarifikasi beberapa hal yang menurutnya penting. "Alhamdulillah sudah selesai, saya bersyukur bisa menjelaskan dan mengklarifikasi. Ada beberapa hal yang sumbernya dari seseorang yang tidak pas," ucapnya.
Simak:
Anas Urbaningrum Bantah Jadi Dalang Korupsi E-KTP
Dalam pemeriksaan sebelumnya, Anas berujar banyak dikonfirmasi mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya. "Hal-hal yang dikonfirmasi (adalah) hal-hal yang saya tidak tahu. Ya, saya jelaskan bahwa saya tidak tahu," ujarnya kemarin.
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pemeriksaan Anas masih untuk mengklarifikasi peran dia sebagai Ketua Fraksi Demokrat pada saat pembahasan proyek e-KTP. "Karena pembahasan e-KTP melibatkan sejumlah fraksi, termasuk fraksi-fraksi besar saat itu," katanya.
Untuk kepentingan penyidikan, Anas yang berstatus terpidana itu dititipkan di rumah tahanan Guntur, Jakarta Selatan. "Dititipkan selama empat hari," ujar Febri.
Baca juga:
Kasus E-KTP, KPK Pertemukan Setya Novanto dengan Saksi Lain ...
Dalam perkara e-KTP, nama Anas kerap disebut mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam proyek bernilai Rp 6 triliun itu, Nazarudin menuding Anas ikut menikmati duit korupsi. Anas disebut sebagai dalang yang mengatur jalannya proyek e-KTP.
Namun Anas membantah tudingan Nazaruddin. "Kalau itu kan jelas tidak benar toh. Kalau keterangan dia sejauh menyangkut saya, jelas sangat tidak kredibel," katanya setelah diperiksa, Selasa.
Dalam perkara yang menelan kerugian negara Rp 2,3 triliun ini, KPK telah menetapkan dua tersangka. Mereka di antaranya mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
MAYA AYU PUSPITASARI