TEMPO.CO, Sleman - Penambangan pasir di lereng Gunung Merapi secara ilegal dihentikan paksa oleh perangkat desa. Ada lima backhoe atau alat berat yang disita Kepala Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Suyatmi, Senin, 9 Januari 2017.
Tindakan tegas terpaksa dilakukan karena sudah beberapa kali para penambang diberi surat peringatan tapi masih membandel. Suyatmi pun bertindak tegas dengan merampas kunci alat berat dari operator yang sedang menambang pasir. "Ada lima kunci backhoe yang saya ambil. (Penambang) sudah sering diperingatkan secara lisan dan tertulis, tapi bandel," ucap Suyatmi.
Kepala desa perempuan ini menyatakan pemerintah desa telah berkali-kali memperingatkan para penambang pasir ilegal agar menghentikan aktivitasnya mengeruk pasir dengan alat berat. Sebab, penggunaan alat berat akan merusak lingkungan, apalagi banyak yang menggerus material di luar material erupsi 2010.
Alat berat yang disita berada di beberapa tempat, yakni di tepi sungai dan lahan milik warga. Kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan liar itu bisa berakibat fatal, seperti terjadinya longsor dan mengganggu sumber air.
Para pemilik atau penyewa alat berat yang digunakan untuk menambang pasir diminta datang ke balai desa. Tujuannya adalah menyelesaikan kasus ini. Larangan penggunaan backhoe untuk penambangan pasir tetap dilakukan pemerintah, baik desa maupun kabupaten. "Kami minta para pemilik alat berat datang ke balai desa," tuturnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta Halik Sandera menyatakan penambangan pasir yang masif di lereng Merapi mengganggu sumber air tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alur air jadi terganggu serta kualitas dan kuantitas air akan menurun. "Penambangan pasir di lereng Merapi mengganggu sumber air," katanya.
Kebutuhan air tanah di DIY disokong, antara lain, air yang ada di lereng Merapi. Setiap tahun, air tanah turun hingga 30 sentimeter.
MUH. SYAIFULLAH