TEMPO.CO, Bandung - Dinas Permukiman dan Perumahan Jawa Barat Bambang Riyanto mengatakan penerbitan surat penunjukan pemenang tender Tempat Pemrosesan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Nambo pada PT Panghegar Energi Indonesia tinggal menunggu kepastian ekuitas investor.
"Tinggal menunggu mereka menyampaikan tanggapan, apakah siap dengan rekomendasi yang dipersyaratkan BPKP. Kalau siap, tinggal diserahkan surat penetapan gubernur,” tutur dia saat dihubungi, Minggu, 8 Januari 2017.
Bambang mengatakan, tanggapan yang dimaksud itu menjawab hasil evaluasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta Gubernur Jawa Barat. “Ini permintaan khusus karena Pak Gubernur ingin mendapatkan keyakinan penuh, makanya dimintakan khusus pada investornya,” kata dia.
Bambang menjelaskan, gubernur meminta BPKP melakukan evaluasi tender investasi TPPAS Regional Nambo, yakni soal jaminan keuangan pemenang tender untuk memastikan kelangsungan proyek tersebut. Hasil evaluasi itu, di antaranya agar pihak PT Panghegar Energi Indonesia bersama investornya, dari Korea dan Malaysia, membuktikan ketersediaan 30 persen dari total pembiayaan investasi fasilitas pengolahan sampah itu.
“Pembiayaan itu terdiri 30 persen equity atau modal dasar. Yang 70 persen itu pinjaman perbankan. Hasil evaluasi menginginkan agar yang 30 persen itu ada pembuktiannya,” kata dia.
Bambang mengatakan, pada Desember 2016, semua pihak yang tergabung dalam PT Panghegar Energi Indonesia sudah dipanggil untuk mendengarkan permintaan khusus tersebut. Dijadwalkan paling cepat pekan depan perwakilan konsorsium dari pihak Korea akan datang menjawab permintaan tersebut. “Kuncinya di investor itu,” kata dia.
Bambang mengakui proses tender investasi pembangunan TPPAS Regional Nambo sudah meleset dari jadwal. “Akhir 2017 itu harusnya sudah selesai instalasi dan bisa beroperasi,” kata dia.
Dalam menyiasati hal itu, Bambang mengatakan sudah memulai penjajakan kepada tiga kabupaten/kota yang akan memanfaatkan TPPAS Regional Nambo untuk mengoperasikannya dengan cara konvensional sambil menunggu fasilitas selesai dibangun investor. “Kalau TPA masing-masing memang benar-benar sudah collapse, harus dioperasikan Sanitary Landfill di Nambo,” kata dia.
Bambang mengatakan, salah satu opsi yang dijajaki ialah pengoperasian bersama dengan pemerintah Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor untuk pengelolaan sistem Sanitary Landfill di TPPAS Regional Nambo sementara. “Bayangannya, selama waktu emergency, sambil menunggu beresnya instalasi pengolahan, ada semacam perjanjian kerja sama antara tiga daerah dengan provinsi untuk operasional bersama karena mereka juga punya alat berat dan SDM,” kata dia.
Sebelumnya, pemerintah Kota Depok mengakui tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Cipayung hanya sanggup menampung sampah untuk enam bulan ke depan. "Sebenarnya sudah overload TPA Cipayung, tapi masih dipaksakan," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok Eti Suryati saat meninjau TPA Cipayung, Kamis, 5 Januari 2017.
Ia menuturkan ketinggian TPA Cipayung sudah mencapai 33 meter. Dikhawatirkan, bila terus dipaksakan, gunungan sampah tersebut bisa longsor dan membahayakan warga yang mengais sampah di sana.
Apalagi, setiap hari, warga Depok memproduksi 1.200 ton sampah. Adapun sampah yang masuk ke TPA Cipayung mencapai 700-750 ton per hari. "Sisanya ada yang diolah di UPS, bank sampah, dan masih ada yang dibuang secara liar," ujarnya.
Untuk mengatasi krisis itu, pemerintah Kota Depok menargetkan pembukaan kolam D sebagai tempat penampungan sampah di TPA Cipayung pada tahun ini. Kolam seluas 5.000 meter persegi tersebut dibuka karena sampah di tiga kolam yang ada sudah melebihi kapasitas.
Eti Suryati mengatakan pemerintah telah menganggarkan pembukaan kolam D sebesar Rp 7 miliar tahun ini. Berdasarkan kajian pemerintah, kolam D yang bakal dibuka tersebut mampu menampung sampah warga Depok selama setahun ke depan. Pembukaan kolam tersebut merupakan alternatif penanganan sampah jangka pendek di Depok sambil menunggu dibukanya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Nambo di Kabupaten Bogor.
Selain itu, Depok sedang menjajaki teknologi pengolahan sampah yang dilakukan di Bantargebang, Bekasi. "Kerja sama dengan Bekasi untuk mengolah sampah sudah dilakukan. Sekarang sedang dibuat feasibility study atau studi kelayakannya," ucapnya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Depok, Sri Utami, mengatakan sampah di TPA Cipayung memang sudah melebihi kapasitas sejak tahun lalu. Sampai sekarang masih dipaksakan karena tidak ada lagi alternatif lokasi membuang sampah. "Karena itu, ke depan, Depok mesti memanfaatkan teknologi pengolahan sampah," tuturnya.
AHMAD FIKRI