TEMPO.CO, Yogyakarta - Rifka Annisa Women Crisis Center Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan peran orang tua dibutuhkan untuk mengawasi anak-anak usia remaja dalam menggunakan media sosial.
Defrentia One, juru bicara Rifka Annisa, mengatakan peran orang tua penting untuk mengantisipasi niat jahat para pengguna media sosial yang ingin menjebak remaja putri sehingga terjadi kasus pencabulan dan pemaksaan aktivitas seksual. Itu sebabnya, Defrentia menyarankan orang tua perlu menasihati anak-anaknya agar mempertimbangkan segala bentuk data, gambar, dan video sebelum mengunggah ke media sosial. Hal-hal yang bersifat pribadi, menurut dia, tidak perlu diunggah ke Internet. Alasannya, media sosial adalah ruang publik, bukan ruang privat. Orang lain bisa menyalahgunakan data tersebut.
"Ini untuk mencegah kejahatan pornografi dan prostitusi online," kata Defrentia, Jumat, 6 Januari 2017.
Baca juga:
Cerita Nadine Alexandra Menjadi Barista di Filosofi Kopi
Apple Bakal Buka Toko Fisik Pertama di Kandang Samsung
Seperti yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, seorang mahasiswa memaksa para pengguna media sosial yang menjadi follower atau pengikutnya untuk melakukan aktivitas seksual. Sebanyak sepuluh anak baru gede (ABG) dipaksa melayani nafsu bejatnya dengan ancaman foto seronok mereka akan disebar.
Defrentia berujar, edukasi kepada masyarakat tentang berinteraksi secara sehat di media sosial sangat perlu. Dengan demikian, mereka tidak melakukan bullying atau perisakan, tidak memprovokasi, dan tidak melakukan kekerasan. "Jika ada penyalahgunaan media sosial, laporkan saja," ujarnya.
Ia meminta para pengguna media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, supaya tidak mudah percaya begitu saja kepada orang tak dikenal yang meminta pertemanan. Apalagi akun yang menawarkan keuntungan-keuntungan tertentu, baik materiil maupun nonmateriil. "Waspada penipuan," ucapnya.
Rifka Annisa juga pernah menangani kasus penyalahgunaan media sosial yang melibatkan para anak dan remaja dengan modus berkenalan, pertemanan, ataupun menjalin hubungan spesial. "Ketika terjadi pertemuan di dunia nyata, si pemilik akun adalah orang yang berbeda dari foto yang terpampang. Jangan mudah terbuai rayuan orang atau tawaran cinta lewat media sosial," tutur Defrentia.
Adapun dalam kasus pemaksaan seksual oleh Surya Risdiyanto, 24 tahun, pelaku mengancam akan menyebarkan foto seronok korbannya jika tak mau melayani nafsu bejatnya. Para korban adalah sepuluh anak usia 15-17 tahun yang menjadi follower di akun Instagram-nya, yaitu @ykstudent. "Yang lapor memang baru satu orang, tapi korban ada sepuluh anak yang dipaksa melayani nafsu pelaku," kata Kepala Kepolisian Sektor Ngaglik, Sleman, Komisaris Danang Kuntadi.
Menurut dia, yang telah mengirim foto seronok dengan janji dijadikan model sebanyak 48 anak usia remaja. Bahkan seratus follower sudah berkomunikasi pribadi secara langsung (direct message) dengan mahasiswa bejat ini.
Foto-foto yang dikirim oleh para ABG kepada Surya memang tidak semuanya foto seronok. Pemuda 24 tahun ini merayu dengan gaji hingga Rp 5 juta sebagai foto model. Awalnya, korban dimintai foto dengan pakaian lengkap. Lalu diminta lagi foto setengah bugil. Ujungnya ia meminta foto bugil korban. "Dengan foto itu, pelaku mengancam akan menyebarkan di media sosial jika tidak melayani nafsunya," ujarnya.
MUH SYAIFULLAH