TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo, merespons soal beredarnya draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) terkait dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Johan menyampaikan bahwa draf tersebut belum diterima Sekretariat Negara.
"Saya baru saja cek, belum ada di Setneg," ujar Johan kepada Tempo, Kamis, 5 Januari 2017.
Baca juga:
Beredar Draf Perpu KPK, Wakil Ketua KPK: Itu Hoax
Karena draf tersebut belum diterima Setneg, Johan mengatakan pihak Istana belum bisa memastikan kebenaran draf tersebut. Johan menyarankan hal ini ditanyakan langsung ke Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Berdasarkan draf yang beredar, cukup banyak perubahan yang terjadi pada UU KPK. Salah satunya, penambahan Pasal 68A pada ayat 2.
Di ayat tersebut dikatakan KPK memiliki wewenang untuk menghentikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sebelumnya, KPK tak memiliki wewenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Hal lain yang patut digarisbawahi dari draf tersebut adalah KPK diberi kewenangan penuh untuk menyelidik, menyidik, dan melakukan penuntutan perkara korupsi tanpa batasan tertentu.
Sebelumnya, KPK hanya bisa menangani perkara korupsi dengan nilai minimal Rp 1 miliar untuk yang berkaitan dengan kerugian negara. Selain itu, perkara korupsi tak hanya bisa ditangani KPK, tapi oleh kejaksaan dan kepolisian.
ISTMAN M.P.