TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama sedang mengkaji fikih bermedia sosial guna menghindari banyak hal yang terkait dengan berita palsu alias hoax di dunia maya. "Ini sedang dikaji agar masyarakat Indonesia tidak terjebak dalam berita hoax yang tidak jelas dengan landasan agama," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Selasa, 3 Januari 2017.
Menurut Lukman, Islam kaya dengan referensi yang mengajarkan Muslim tidak mengonsumsi dan menyebarluaskan berita-berita bohong. Intinya, kata Lukman, penting bagi masyarakat Indonesia yang religius dan mayoritas muslim bisa lebih santun dan berhati-hati dalam bermedia sosial.
Baca juga:
Tak Hanya Politik Nasional, Berita Hoax Sasar Daerah
Jokowi Perintahkan Aparat Tindak Tegas Penyebar Hoax
Di media sosial saat ini, lanjut Lukman, banyak bertebaran berita bohong. Karena itu, umat diharapkan tabayyun atau melakukan klarifikasi terkait dengan keabsahan informasi.
Lukman mengatakan hoax berpotensi memecah belah persatuan bangsa karena isinya yang simpang siur dan cenderung provokatif.
"Karena di era digital ini kita harus lebih cermat menyikapi dan menggunakan dunia maya dan media sosial. Jadi proses tabayyun adalah persyaratan agar kita lebih bijak," tutur Lukman.
Pada Kamis pekan lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas memerintahkan pihaknya lebih cepat merespons berita bohong atau hoax. "Presiden menyampaikan agar lebih tegas merespons isu di media sosial," ucapnya di Kantor Presiden, Jakarta.
Pemerintah menilai persoalan berita bohong sebagai hal yang meresahkan lantaran banyak tersebar. Salah satunya isu 10 juta tenaga kerja asing asal Cina yang masuk ke Indonesia. Nantinya, kata Rudiantara, langkah nyata yang bisa dilakukan adalah menyaring informasi menjadi lebih cepat dan tegas. "Dari sisi penegakan hukum memang sudah tegak," kata dia.
Ia menambahkan, dari aspek hukum, upaya penegakan bisa dilakukan lewat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, aparat bisa menjerat lewat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
ANTARA