TEMPO.CO, Klaten - Ditangkapnya Bupati Klaten Sri Hartini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi akan berdampak pada tertundanya pembayaran gaji sekitar 13 ribu pegawai negeri sipil di Klaten. “Karena belum ada pengisian OPD (Organisasi Perangkat Daerah), kegiatan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) jadi tertunda,” kata Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPKKAD) Klaten, Sunarna, pada Senin, 2 Januari 2017.
Menurut Sunarna, Dinas masih menunggu kebijakan pengisian personel sesuai dengan OPD yang baru. “Jadi gaji juga agak tertunda.” Total gaji yang harus dibayarkan untuk PNS di Klaten berkisar Rp65 miliar.
KPK menangkap tangan Sri Hartini pada Jumat pagi pekan lalu, 30 Desember 2016. Sri ditangkap karena diduga menerima setoran dari para PNS terkait promosi jabatan. Walhasil, Sri Hartini tidak dapat mengambil sumpah/janji dan melantik para pejabat dalam Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) baru yang dijadwalkan pada Jumat malam pekan lalu.
Sunarna mengatakan APBD Klaten 2017 sudah menyesuaikan SOTK yang baru. Sehingga pelaksanaan APBD juga musti menunggu pengisian OPD yang baru seperti pengguna anggarannya, bendaharanya, dan lain-lain.
Jika pengisian OPD memakan waktu terlalu lama, Sunarna akan berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan hingga Menteri Dalam Negeri agar dapat segera mencairkan gaji PNS agar tidak menjadi temuan penyelidik di kemudian hari.
Asisten III Bidang Administrasi Sekretariat Daerah Klaten Sri Winoto mengatakan, gaji PNS otomatis ditunda pembayarannya karena belum ada pengukuhan terhadap OPD yang baru. “Mudah-mudahan (pembayaran gaji PNS) secepatnya setelah pengukuhan,” kata Winoto.
Jika pejabat yang telah dikukuhkan dalam SOTK baru nantinya juga ditangkap KPK berkaitan dengan kasus dugaan suap promosi jabatan, yang bersangkutan akan langsung dihentikan dari jabatannya.
Sehari setelah ditangkap, KPK menetapkan Sri sebagai tersangka penerima suap dan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Klaten Suramlan sebagai tersangka pemberi suap. Diduga, uang suap yang terkumpul senilai Rp2 miliar dan segepok pecahan US$100 itu berasal dari berbagai pihak.
DINDA LEO LISTY