TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum terdakwa Mohamad Sanusi dengan hukuman penjara selama 7 tahun dan denda Rp 250 juta dengan subsider 2 bulan kurungan. “Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” kata ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Sumpeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 29 Desember 2016.
Sumpeno mengatakan hal yang memberatkan Sanusi adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Majelis juga memutuskan bahwa Sanusi terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Namun, ada beberapa hal yang meringankan Sanusi, yaitu menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta itu dinyatakan terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur Podomoro Land Ariesman Widjaja untuk menurunkan kontribusi tambahan proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Selain itu, Sanusi terbukti melakukan pencucian uang senilai Rp 45,28 miliar.
Putusan majelis hakim itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Mohamad Sanusi dihukum pidana selama 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum Mungki Hadipratikto mengatakan ada sejumlah barang yang disita dari Sanusi. Barang-barang yang dirampas adalah uang senilai Rp 1 miliar, US$ 8.000, Rp 860 juta, serta satu mobil Jaguar dan Audi.
Rumahnya juga bakal disita. Mungki menuturkan akan menyita dua unit rumah di Thamrin Executive Residence; dua apartemen di Jalan Perintis Kemerdekaan; satu unit apartemen di Jalan Senopati, Jakarta Selatan; dan satu unit apartemen Soho di Pancoran. Satu unit tanah dan bangunan di Megamendung, Bogor, juga akan disita.
Sanusi menangis seusai putusan. Ia mengatakan semua yang terjadi telah diatur oleh Allah. “Saya pribadi menerima karena Allah sudah mengatur buat hidup saya,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO