TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Aradila Caesar meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal kepada terdakwa suap reklamasi, Mohamad Sanusi.
Sanusi, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Komisi D, ini terjerat kasus suap yang dilakukan mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Ariesman Widjaja. Sanusi diduga menerima uang sejumlah Rp 2 miliar untuk mengganti klausul “kontribusi tambahan” dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Reklamasi.
“Kami menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan tuntutan jaksa sepuluh tahun penjara atau lebih. Selain itu, kami mendesak majelis hakim mencabut hak politik Sanusi untuk dipilih dan memilih,” kata Aradila melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 27 Desember 2016.
Selain itu, ICW mendesak majelis hakim menjatuhkan pidana denda maksimal serta merampas aset-aset yang merupakan hasil korupsi dan pencucian uang milik Sanusi. ICW juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas keterlibatan pihak lain dalam suap reklamasi Pantai Utara Jakarta, baik anggota DPRD maupun pengusaha lain.
Baca Juga: Ibu Meninggal, Mohamad Sanusi Ajukan Izin Penundaan Sidang
“Kami juga mendesak kejaksaan dan kepolisian menggunakan pasal TPPU (tindak pidana pencucian uang) untuk memaksimalkan hukuman dan mengoptimalkan asset recovery serta bagian dari upaya pemiskinan terhadap koruptor,” tutur Aradila.
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta rencananya akan membacakan putusan persidangan kasus suap reklamasi dengan terdakwa Mohamad Sanusi pada Kamis, 29 Desember 2016. Dalam perkara tersebut, Sanusi dijerat dengan Pasal 12-a dan Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain didakwa menerima suap, Sanusi didakwa melakukan pencucian uang sejumlah Rp 45 miliar.
Menurut ICW, kesaksian saksi dalam persidangan sudah cukup menjelaskan peran sentral Sanusi sebagai pihak yang aktif melakukan komunikasi dengan Agung Podomoro. Dalam fakta persidangan, Sanusi beberapa kali bertemu dengan Ariesman dan Sugianto Kusuma alias Aguan. Mereka disinyalir membicarakan kelanjutan proyek reklamasi dan pembahasan Raperda tentang Reklamasi Teluk Jakarta.
Hal ini dikuatkan dengan putusan pengadilan tindak pidana korupsi sebelumnya atas Ariesman dan Trinanda Prihantoro yang merupakan asistennya. Hakim menghukum keduanya bersalah melakukan suap kepada Sanusi. “Dalam kesaksian keduanya, Sanusi berkomunikasi untuk meminta sejumlah uang dengan alasan keperluan maju dalam pilkada DKI Jakarta,” kata Ardila.
Simak: Pembunuhan Pulomas Terungkap karena Sheila, Siapa Dia?
Selain Sanusi terbukti menerima suap, dalam persidangan terungkap modus baru pencucian uang yang dilakukan Sanusi. Ia diduga menerima sejumlah suap secara tidak langsung. Sejumlah aset, seperti tanah, properti, dan kendaraan mewah yang dibeli Sanusi dibayarkan langsung oleh pemberi suap. “Tidak ada alasan bagi majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman ringan apalagi membebaskan terdakwa Sanusi dengan fakta yang terungkap di persidangan,” kata Aradila.
LARISSA HUDA