TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar bercerita tentang sosok KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mengedepankan keadilan untuk kemanusiaan. Menurut Muhaimin, Presiden Indonesia keempat itu pernah menuangkan tulisan di majalah Tempo ketika bercerita tentang ayahnya, Iskandar.
"Kehidupan ayah saya pernah diangkat jadi sebuah tulisan oleh Gus Dur. Gus Dur mengatakan, siapa pun dia, faktor kemanusiaan harus nomor satu. Sejak itu, ayah saya terkenal," ujar Cak Imin, sapaan Muhaimin, saat menghadiri peringatan haul ke-7 Gus Dur di Jakarta, Selasa, 27 Desember 2016.
Saat itu, tutur Cak Imin, di kampung kelahirannya muncul seorang pendatang yang berasal dari kalangan Islam abangan. Masyarakat melihat pendatang tersebut sebagai sosok yang aneh karena tidak pernah melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam, seperti tidak pernah salat, dan penuh ritual berbau kemenyan dan sesajen.
Saat pendatang itu meninggal dunia, tidak ada satu pun orang yang mau memandikan hingga memakamkan jenazahnya. Kebanyakan masyarakat ketakutan mengurus jenazah tersebut lantaran dianggap menganut agama aneh. Hingga suatu ketika, Iskandar, ayah dari Cak Imin, mengurus jenazah pendatang itu.
Hal tersebut ternyata mengundang perhatian Gus Dur. Dur menuliskan cerita ayahnya di Tempo yang dianggap mengedepankan kemanusiaan tanpa memikirkan latar belakangnya. Seketika, masyarakat geger dengan tulisan Gus Dur itu.
"Kami tahunya Gus Dur itu adalah seorang guru yang suka naik vespa. Kami semua di Jombang tidak tahu kalau Gus Dur ini penulis besar," ujar Cak Imin seraya disambut tawa dari tamu yang hadir.
Selain sifat kemanusian, Cak Imin mencatat Gus Dur sebagai sosok yang menanamkan sikap ketauhidan di atas segalanya. Gus Dur juga dinilai sebagai sosok yang suka menjaga dan menjunjung tinggi kebersamaan. Gus Dur selalu menjalin silaturahmi dan komunikasi tanpa dilandasi rasa dendam sekaligus sosok yang menjaga perdamaian.
LARISSA HUDA