TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, mengatakan lembaga antirasuah ini menahan tersangka dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut, Fahmi Darmawansyah. Namun KPK menetapkan status Fahmi sebagai tersangka bukan sebagai Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia melainkan Direktur PT ME.
“FD ditahan untuk dua puluh hari ke depan di rumah tahanan KPK,” kata Febri di kantornya, Jumat, 23 Desember 2016. Febri menuturkan Fahmi diduga memberikan uang suap Rp 2 miliar kepada pejabat Bakamla untuk proyek pengadaan satelit monitoring senilai total Rp 220 miliar.
Menurut Febri, penyidik memiliki pertimbangan matang untuk menahan Fahmi. Salah satu pertimbangannya adalah Fahmi termasuk satu dari empat tersangka yang telah ditangkap KPK. Penyidik memiliki penilaian obyektif dan subyektif untuk memutuskan menahan Fahmi.
Alasan obyektifnya adalah karena Fahmi diduga kuat terlibat dalam tindak pidana korupsi. Sementara alasan subyektifnya adalah bukti-bukti yang telah dikantongi KPK dianggap cukup untuk menahan Fahmi.
Febri mengatakan Fahmi datang ke KPK hari ini. Menurut dia, suami dari artis Inneke Koesherawati ini tiba di KPK pada pukul 09.00 WIB. Fahmi datang ditemani pengacaranya, Maqdir Ismail. KPK pun mengapresiasi kedatangan Fahmi hari ini. “Kedatangan hari ini jadi contoh dan pelajaran bagi tersangka lain yang berada di luar negeri.”
Dalam perkara suap di Bakamla, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Fahmi, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi, dan dua anak buah Fahmi, yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Berdasarkan informasi awal dari penyidik KPK, ada commitment fee yang dijanjikan pada proyek pengadaan satelit monitoring itu. Fee yang dijanjikan sebesar 7,5 persen atau sekitar Rp 15 miliar dari total nilai proyek Rp 220 miliar.
DANANG FIRMANTO