TEMPO.CO, Jakarta - Peringatan ke-7 tahun wafatnya KH. Abdurrahman Wahid diselenggarakan di rumah pribadinya di Jalan Ciganjur, Jakarta Selatan pada Jumat, 23 Desember 2016. Acara ini bertema 'Mengaji GusDur: Menebar Damai Menuai Rahmat”. Haul ini bertujuan mempererat hubungan sesama manusia khususnya umat muslim.
"Menghadapi tantangam meningkatnya kebencian antarsesama muslim maupun terhadap kelompok lain akhir-akhir ini, kami merasa nilai keislaman yang diperjuangkan KH. Abdurrahman Wahid semakin relevan untuk digemakan kembali," kata puteri sulung Gus Dur, Alissa Wahid melalui siaran persnya pada Jumat, 23 Desember 2016.
Dia berharap acara ini bisa membantu menetralisir Ketegangan di internal umat Islam dan antarumat beragaman akhir-akhir ini.
"Situasi ini dapat mengganggu citra Islam, terutama bagi Indonesia yang menjadi model keislaman yang damai dan ramah dimata dunia. Apalagi masyarakat di negara-negara Barat saat ini mengalami Islamfobia, ketakutan dan kecurigaan terhadap Islam yang meningkat akibat maraknya kekerasan dan terorisme," kata dia.
Sepanjang hidupnya, Gusdur dikenal sebagai tokoh yang melanjutkan tradisi para ulama. Mantan Presiden Indonesia ke-4 ini juga dikenal sebagai penghadir Islam yang ramah dan damai, membela kepentingan kaum lemah dan dapat beradaptasi dan menerima budaya lokal.
"Nilai Keislaman Gus Dur sangat relevan mengatasi kebencian," kata Allisa Wahid.
Peringatan haul ke-7 tahun Gus Dur diisi tahlil, maulid Nabi Besar Muhammad SAW, taushiah, doa bersama, deklarasi damai, dan pembacaan puisi.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo juga dijadwalkan hadir pada pukul 20.00 WIB malam. Acara ini dihadiri sekitar 7 ribu jamaah. Peserta yang hadir datang dari wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.
DWI HERLAMBANG ADE