TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Marwan Cik Asan tidak setuju apabila pemerintah saat ini membanding kebijakan mengenai harga bahan bakar minyak dengan pemerintah sebelumnya. "Karena setiap era memiliki tantangan, masalah, dan solusinya sendiri. Tak perlu menyindir-nyindir kebijakan pemerintah yang lalu," ucap Marwan dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 23 Desember 2016.
Politikus muda Partai Demokrat ini bereaksi karena ada sejumlah berita yang menyebutkan Presiden Joko Widodo menyindir kebijakan subsidi BBM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menelan anggaran Rp 300 triliun. Komentar itu, menurut dia, muncul saat Jokowi memberi sambutan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Hati Nurani Rakyat di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 21 Desember 2016.
“Kebijakan pemerintah hadir berdasarkan tantangan dan masalah pada sebuah masa. Tak elok membandingkan kebijakan hari ini dengan apa yang dilakukan pemerintah sebelumnya,” ujar Marwan.
Menurut dia, Jokowi sempat berbicara mengenai kebijakan Kabinet Kerja yang berhasil membuat harga BBM di Papua sama dengan di Pulau Jawa. Harga BBM di Papua kini sama dengan wilayah lain, yakni di kisaran Rp 6.000 per liter, setelah sebelumnya bisa mencapai Rp 60-100 ribu per liter.
Marwan menuturkan penghapusan subsidi BBM era Jokowi dilakukan ketika harga minyak dunia ada di level terendah, yang sempat turun hingga US$ 30 per barel. Adapun pada era SBY, kata dia, kebijakan pemberian subsidi dilakukan ketika harga minyak meningkat tajam, yaitu hingga US$ 100 per barel.
“Pemberian subsidi dilakukan secara terukur dan disesuaikan dengan kemampuan anggaran pemerintah,” ucap Marwan.
Marwan mengingatkan, selama pemerintahan SBY, terjadi empat kali kebijakan kenaikan harga BBM dengan kenaikan tertinggi pada Oktober 2005. Menurut dia, hal itu dilakukan untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat kenaikan subsidi BBM.
Bila dihitung rata-rata, ujar Marwan, selama sepuluh tahun pemerintahan SBY, subsidi BBM yang diberikan sebesar Rp 129,7 triliun per tahun. “Bukan Rp 300 triliun sebagaimana yang disebutkan Jokowi. Tidak perlu dilebih-lebihkan jika hanya untuk menunjukkan Anda sedang berbuat sesuatu hari ini,” tuturnya.
YOHANES PASKALIS
Baca juga:
Rahasia Jokowi, Mengapa Suka Menteri Perempuan
4 Pelajaran Berharga dari Heboh 'Om Telolet Om'