TEMPO.CO, Yogyakarta - Misa Natal di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus di Dusun Ganjuran, Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, akan menggunakan busana dan bahasa Jawa. Bendahara panitia persiapan Natal Gereja Ganjuran, Rinto Rahmandito, mengatakan misa digelar tiga kali. Misa pertama yang berlangsung pada Sabtu, 24 Desember 2016, menggunakan busana dan bahasa Jawa.
Jemaat gereja laki-laki menggunakan beskap dan surjan. Sedangkan, jemaat perempuan menggunakan kebaya. "Kami juga menggunakan gendhing atau tembang berbahasa Jawa," kata Rinto ketika dihubungi, Kamis, 22 Desember 2016.
Menurut Rinto, pada Natal tahun ini nuansa Jawa sangat kental karena jemaat semuanya diwajibkan berbusana Jawa. Untuk perayaan Natal tahun lalu, menurut Rinto, tidak seluruh konsepnya bernuansa Jawa.
Romo Herman Yosep Singgih Sutoro akan memimpin misa pertama dengan pakaian sesuai pakaian prosesi Natal. Misa kedua berlangsung di hari yang sama pada jam yang berbeda. Sedangkan misa ketiga digelar pada Ahad pagi, 25 Desember 2016. Misa yang ketiga ini untuk anak-anak.
Panitia, kata Rinto, telah menyiapkan fasilitas tenda untuk jemaat. Mereka juga telah berkomunikasi dengan petugas dari Kepolisian Resor Bantul untuk pengamanan prosesi Natal.
Ganjuran selama ini dikenal sebagai gereja yang unik. Setelah perayaan Natal, kompleks gereja ini dipenuhi para peziarah di halaman Candi Mandala Hati Kudus, Ganjuran. Di pelataran candi bersemayam patung Yesus Kristus. Para peziarah biasanya mengambil air dari mata air Perwitasari yang tak jauh dari candi.
Para peziarah bersuci-mirip wudu dalam Islam-sebelum khusyuk berdoa di depan patung Yesus. Ada pula yang hanya bersimpuh di pekarangan candi, agak jauh dari patung Yesus.
Peziarah Ganjuran tidak hanya umat Katolik, tapi juga Konghucu dan Islam. Peziarah lintas iman banyak yang datang ke sana setelah mendengar belasan tahun lalu ada pengunjung yang semula tak bisa bicara karena lehernya dioperasi. Mereka meyakini orang itu sembuh berkat basuhan air Perwitasari.
Kompleks Gereja Ganjuran kental dengan nuansa Jawa. Selain arsitektur candi yang mirip Candi Sewu, bangunan utama gerejanya berbentuk joglo.
Patung Yesus di dalam candi mengenakan mahkota dan busana Jawa. Tangan kanannya menunjuk ke arah hatinya yang bersinar. Di atasnya bertuliskan aksara Jawa yang berbunyi: Sampeyan Dalem Maha Prabu Yesus Kristus Pangeraning Bangsa. Kaki Yesus dikelilingi melati.
Candi di kompleks gereja dibangun oleh keluarga Joseph Smutzer dan Julius Smutzer pada 1924. Smutzer bersaudara membangun candi lengkap dengan altar dan patung Yesus. Mereka memperluas kompleks gereja dengan sokongan pastor Belanda, Van Driessche S.J., yang memimpin Gereja Ganjuran pada 1924-1934.
Keluarga Smutzer merupakan pemilik pabrik gula Gondang Lipuro di kawasan Bambanglipuro yang mulai beroperasi pada 1912. Gondang Lipuro merupakan satu-satunya pabrik gula saat itu yang menolak ikut sindikasi Gula Hindia Belanda. Di zaman malaise 1929, pabrik ini tetap bertahan. Selain pabrik gula dan gereja, Smutzer membangun 12 sekolah rakyat, asrama putri Stella Duce, dan Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta. Gereja Ganjuran pernah runtuh akibat gempa pada 2006. Kini bangunan gereja kembali tegak seperti semula.
SHINTA MAHARANI