TEMPO.CO, Jakarta - Mewabahnya klakson telolet di Indonesia mendorong beberapa dinas perhubungan di Jawa Tengah melakukan pengukuran tingkat kebisingan suara klakson tersebut.
Pengamat Transportasi Universitas Katolik, Soegijopranoto Djoko Setijowarno, menyatakan, berdasarkan hasil pengujian, klakson telolet tidak melanggar aturan.
Baca: Wabah Om Telolet Om, Remaja Semarang Penuhi Agen Bus
Beberapa bus yang menjalani pengujian itu di antaranya bus PO Haryanto dan PO Harapan Jaya yang dipasangkan klakson telolet.
“Dari hasil pengukuran terhadap bus PO Haryanto dan PO Harapan Jaya, ditemukan output suara klakson sebesar 90-92 dB (desibel),” kata Djoko di Semarang, Kamis, 22 Desember 2016.
Output klakson sebesar itu, kata Djoko, tak melanggar aturan. Sesuai dengan Pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, suara klakson paling rendah adalah 83 desibel (dB) dan paling tinggi 118 dB.
Baca: Pasang Klakson Telolet Impor, Harganya Rp 2,5 Juta
Jika rendah, suaranya tak terdengar, sedangkan jika terlalu tinggi, akan bising dan cenderung mengagetkan pengguna jalan lain.
Djoko menambahkan, klakson multinada atau populer dengan sebutan “Om Telolet Om” itu rata-rata hanya mengeluarkan suara sebesar 92 desibel atau masih di bawah ambang batas 100 desibel.
Selain itu, klakson telolet bagian dari komponen variasi kendaraan besar yang legal. Sebab, klakson ini termasuk komponen yang ada di agen tunggal pemegang merek (ATPM) serta klaksonnya berstandar SNI.
ROFIUDDIN