TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Baskoro Adie Pandowo mundur dari jabatannya. Hal ini merupakan lanjutan dari konflik internal di kampus yang terletak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang dimulai sejak bulan November 2016.
"Ketidakmampuan rektor untuk memimpin ISTN, tak punya leadership, juga tidak memiliki kemampuan manajerial. Itu tak bisa diperbaiki," ujar Muhammad Azhar dari Forum Komunikasi Dosen dan Karyawan ISTN, saat dihubungi, Kamis, 22 Desember 2016.
Baskoro mulai menjabat sebagai rektor pada Oktober 2015. Ia dipilih oleh senat dan yayasan. Namun, kata Azhar, tak lama setelah menjabat, Baskoro kerap mengeluarkan kebijakan yang dinilai kontroversial dan semena-mena.
Baskoro memecat dua orang ketua program studi, yakni Prodi Teknik Informatika, dan Prodi Sistem Informasi.
"Padahal mereka hanya mempertanyakan standardisasi (ISO) yang dibawa oleh rektor saat itu," kata Azhar.
Adrizal, dosen biologi di ISTN, juga menyesalkan sikap semena-mena itu. "Orang dipecat tanpa ba-bi-bu, sembarangan memutasi orang. Orang yang tak capable dinaikkan jadi pejabat. Banyak dosa-lah," katanya.
Adrizal mengatakan, sejak November 2016, gelombang protes memuncak dalam bentuk aksi demonstrasi terhadap kepemimpinan Baskoro. Yang memprotes tak hanya dari kalangan dosen, tapi juga karyawan dan mahasiswa.
Menurut Azhar, Baskoro disaring oleh senat kampus dan dipilih oleh Yayasan Perguruan Cikini. Ia tidak memiliki basis akademik, hanya seorang pebisnis. "Dulu kami pikir dia bisa banyak berbagi dari pengalamannya dalam bidang bisnis," kata Azhar, yang juga sempat masuk senat kampus.
Baskoro akan resmi mundur dari jabatannya per hari Jumat, 23 Desember 2016. Menurut Azhar, selama masa kekosongan kursi rektor, jabatan akan diisi Ketua Majelis Tinggi Bambang Subianto, Menteri Keuangan di era Soeharto.
EGI ADYATAMA