TEMPO.CO, Kupang - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan 70 orang sebagai tersangka kasus human traffiking atau perdagangan manusia di daerah itu. Mereka merekrut tenaga kerja Indonesia ilegal dan dikirim keluar negeri, seperti Malaysia.
Kepala Polda NTT Brigadir Jenderal E. Widyo Sunaryo menjelaskan, berdasarkan laporan yang masuk ke Polda NTT, dari kasus-kasus human traffiking yang ditangani pada 2016, jumlah korbannya sebanyak 92 orang.
Dari kasus-kasus human traffiking yang ditangani, 29 kasus di antaranya penyidikannya sudah dinyatakan P-21 atau lengkap oleh kejaksaan setempat. Sedangkan 49 kasus masih dalam proses penyidikan. Adapun 9 kasus masih pada tahap penyelidikan.
"Kami akan tuntaskan penyelidikan hingga ke tahap penyidikan untuk kemudian dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Widyo kepada wartawan di Kupang, Kamis, 22 Desember 2016.
Widyo menjelaskan, dari kasus-kasus human traffiking, ada empat orang korban yang paling menonjol karena menyita perhatian publik. Empat orang itu adalah Dolfina Abuk asal Kabupaten Timor Tengah Utara, Yufrida Selan asal Kabupaten Timor Tengah Selatan, serta Damaris Neonufa yang juga asal Timor Tengah Selatan.
Damaris meninggal di Malaysia dan dipulangkan dengan tubuh penuh jahitan. Adapun seorang korban lagi adalah Sarlin Agustina Djingib yang masih bekerja di Malaysia. "Empat kasus ini paling menonjol selama tahun 2016," ujar Widyo.
Penanganan kasus-kasus human traffiking itu merupakan langkah cepat yang dilakukan Polda NTT setelah mendapat perintah dari Presiden RI Joko Widodo melalui Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Presiden Jokowi meminta sesegera mungkin menuntaskan kasus-kasus human traffiking di NTT.
YOHANES SEO