TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 15.153 korban banjir di lima kecamatan di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, membutuhkan bantuan makanan, pakaian, dan air bersih. Para korban yang sebelumnya mengungsi sebagian sudah kembali ke rumah masing-masing, tapi mereka tidak memiliki semua keperluan itu akibat terkena banjir sejak siang tadi, Rabu, 21 Desember 2016.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bima Syarafuddin mengatakan banjir tadi siang disebabkan meluapnya empat sungai di Kota Bima, yakni Sungai Padolo, Sungai Kodo, Rabasalo, dan Sungai Nungga.
Luapan air sungai akibat curah hujan yang tinggi dengan cepat merendam rumah-rumah warga hingga setinggi 4 meter hanya dalam waktu empat jam. Karena datangnya banjir begitu cepat, warga tidak sempat menyelamatkan barang-barangnya.
“Bahkan malam itu banyak warga kami evakuasi menggunakan perahu. Mereka sedang berada di atas bumbungan rumah yang sengaja dijebol untuk menyelamatkan diri,” kata Syaraf, Rabu, 21 Desember 2016.
Menurut dia, setelah pulang dari pengungsian, warga membersihkan rumah dan peralatan yang digenangi lumpur dengan ketebalan 10 sentimeter. Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah serta sukarelawan dikerahkan membantu membersihkan fasilitas umum dari lumpur dengan menyemprotkan air dari dua tangki mobil pemadam kebakaran.
“Warga juga sangat membutuhkan pakaian, selimut, pembalut, pakaian dalam. Juga peralatan rumah tangga, terutama sembako,” ucap Syaraf.
Warga korban banjir, kata Syarafuddin, sudah mendapatkan bantuan makanan, pakaian, selimut, dan layanan kesehatan dari posko kesehatan darurat. Selain dari BPBD provinsi dan kabupaten, bantuan datang dari berbagai instansi, organisasi, dan masyarakat. "Tapi masih kurang karena korbannya banyak sekali,” ujar Sarafuddin.
Di tiap kelurahan yang terdampak banjir, sudah didirikan dapur umum untuk melayani kebutuhan makanan para korban. Petugas juga mendirikan tenda darurat untuk layanan kesehatan karena puskesmas yang ada belum berfungsi. Padahal warga mulai diserang penyakit gatal-gatal akibat terpapar air kotor.
AKHYAR M. NUR