TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Informasi Pusat memberikan predikat buruk kepada Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Hanura dalam hal keterbukaan informasi kepada publik. Sebab, keempat partai itu dianggap tidak informatif akan kegiatannya. Hal itu disampaikan KIP saat menyerahkan laporan Anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2016 kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Hasil itu didapat setelah melakukan verifikasi terhadap keseluruhan partai politik," kata Ketua KIP John Fresly kepada media di Istana Wakil Presiden, Selasa, 20 Desember 2016.
Berdasaran data keterbukaan informasi yang diberikan oleh KIP, Gerindra berada di urutan teratas dari keempat partai itu. Gerindra mencatatkan nilai 25,97 yang kemudian diikuti nilai 17,94 oleh Hanura, lalu nilai 16,73 oleh PKS, dan kemudian 10,70 oleh PAN. KIP menyatakan keempatnya tidak informatif.
John menjelaskan keempat partai itu mendapat nilai buruk dalam keterbukaan informasi karena tidak mematuhi UU KIP. Lebih jelasnya, partai tidak menyediakan data yang wajib disediakan sebagaimana diatur Pasal 15 UU KIP tentang kewajiban badan publik pada partai politik.
Berdasarkan Pasal 15 UU KIP, ada tujuh jenis informasi yang harus disediakan oleh partai untuk publik. Ketujuh informasi itu adalah asas dan tujuan, program umum dan kegiatan partai, alamat dan kepengurusan partai, pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari APBN dan APBD, serta mekanisme pengambilan keputusan.
John mengatakan bahwa tidak adanya data-data tersebut karena partai-partai terkait tidak memiliki pejabat yang khusus menangani keterbukaan informasi kepada publik. Pejabat yang khusus melayani permintaan informasi tersebut, kata John, bukan sekadar juru bicara partai tapi lebih dari itu karena harus mendokumentasikan data yang disebutkan dalam pasal 15 UU KIP.
"Dapat saya sampaikan bahwa mereka secara khusus tidak mempunyai pejabat atau orang yang ditunjuk khusus melayani permintaan informasi," ujar John.
Meski keempat partai itu dinilai tak informatif, John mengatakan bahwa setidaknya mereka masih merespon survei KIP. Partai lain, kata dia, kurang responsif. "Saat baru pada tahapan pertama, mereka diberi kuisioner, tidak merespon secara baik. Sehingga tidak mungkin dilanjutkan lagi ke tahap kedua," ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai orang Golkar, ikut mengomentari masalah keterbukaan partai ini. Ia berkomentar diplomatis bahwa partai-partai mungkin belum siap untuk terbuka kepada publik karena sistemnya belum terbentuk. Oleh karena itu, kata dia, hal itu perlu didorong masing-masing partai ke depannya.
"Sistem masing-masing partai kan berbeda. Partai besar mungkin juga terlalu ribet, asyik untuk konggres dan Munas," ujar Kalla.
ISTMAN MP