TEMPO.CO, Malang - Empat pria gagah berpangkat mayor TNI Angkatan Udara meriung di sebuah garasi mobil rumah dinas di Kompleks Amarta Blok G Pangkalan TNI Angkatan Udara Abdulrachman Saleh di Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Senin sore, 19 Desember 2016.
Mereka datang dari Jakarta, Makassar, Yogyakarta, dan Magetan sebagai saudara seangkatan Mayor (Penerbang) Marlon Ardiles Kawer. Mayor Marlon adalah pilot Hercules A-1334 yang jatuh di sekitar Gunung Lisuwa, Distrik Minimo, Kabupaten Jayawijaya, Minggu pagi kemarin. Marlon meninggal dunia bersama 11 kru Hercules lainnya dan seorang penumpang dinas dari Satuan Radar 242 Tanjung Warari, Biak, Papua.
“Saya datang dari Makassar (Pangkalan Udara Hasanuddin). Kami datang ke sini untuk memberi penghormatan terakhir kepada saudara kami, almarhum Mayor Marlon,” kata Mayor (Penerbang) Bambang Baskoro Adi.
Persahabatan Baskoro dan Marlon terjalin semasa mereka menjalani pendidikan di Akademi Angkatan Udara di Yogyakarta sepanjang 2000-2003. Persahabatan di AAU berlanjut saat mereka mengikuti pendidikan Sekolah Penerbang (Sekbang) Pangkalan Udara Adisucipto, Yogkarta, sepanjang 2004-2005. Mereka tamat sebagai Angkatan ke-70.
Baskoro menyebutkan Marlon sebagai salah satu siswa terbaik di AAU dan Sekbang sehingga tidak mengherankan bila kariernya cepat naik. Tidak semua pilot bisa jadi instruktur penerbang seperti Baskoro dan Marlon. Baskoro berujar, rata-rata kawan seangkatan mereka kini jadi instruktur penerbang. Dari angkatan mereka di AAU dan Sekbang, cuma Marlon yang sering dikirim ke luar negeri untuk menjalani misi kepercayaan di Cina dan Lebanon misalnya, serta mengikuti latihan bersama di Australia.
“Tapi sekarang dia tidak bisa lagi berbakti untuk negara. Dia sudah damai bersama Tuhan-nya. Kami sangat kehilangan seorang saudara yang sangat baik,” tutur Baskoro.
Pertemuan terakhir Baskoro dan Marlon terjadi dua hari sebelum Hercules A-1334 jatuh. Secara tak sengaja mereka berpapasan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Saat mereka terbang bersama pada 2013 dan 2014 menjadi kenangan terbaik bagi Baskoro. Sebab, ujar dia, terbang bersama kawan seangkatan merupakan momentum yang sangat jarang terjadi. Waktu itu, Baskoro yang berdinas di Makassar dan Marlon di Malang, sama-sama menjadi instruktur penerbang di Sekbang.
“Kami terbang berdua dengan riang. Saya ngajarin dia cara berakrobatik di udara. Saya terbang berdua dengan riang,” kata Baskoro, dengan nada suara yang agak tercekat.
Baskoro dan kawan-kawan sangat menyayangkan Marlon yang mati muda di usia 34 tahun. Mereka sudah berjanji untuk mengikuti tes melanjutkan pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mulai Januari 2017.
Baskoro mengenang Marlon sebagai kawan sekaligus sahabat dan saudara yang sangat supel dan menyenangkan. Ia sangat ramah terhadap siapa pun, termasuk terhadap anak-anak. Dia disayang senior dan dihormati junior.
“Beliau mudah bergaul. Tidak ada orang yang tidak suka ada di sekitar beliau. Dia asyik dijadikan teman ngobrol dan bertukar ilmu. Selalu merasa nyaman bersama beliau. Setidaknya itu pengalaman kami selama ini,” tutur Baskoro. Sifat supel Marlon juga diakui seorang anggota intelijen Pangkalan. Menurut dia, Marlon sangat dekat dengan anggotanya, juga ramah kepada siapa pun.
ABDI PURMONO
Video Terkait: