TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong pengembangan kurikulum persaingan usaha di perguruan tinggi agar pengetahuan mengenai perdagangan yang adil dapat terinternalisasi.
"Universitas belum punya program sendiri mengenai persaingan usaha, ini tantangan dan peluang bagi setiap pemangku kepentingan," kata Komisioner KPPU Chandra Setiawan dalam seminar nasional bertema "Pengembangan Kurikulum dan Jaringan Pengajar Persaingan Usaha di Perguruan Tinggi" di Hotel Grand Sari Pan Pacific, Jakarta, Jumat, 16 Desember 2016.
Dia berpendapat internalisasi pengetahuan mengenai persaingan usaha di dunia pendidikan berdampak pada adanya keinginan bersaing secara jujur.
"Kita masih sulit menemukan keinginan bersaing secara jujur. KPPU menangani perkara terkait tender sebesar 70 persen dari total perkara. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada dorongan untuk tidak mau bersaing secara adil," ucap Chandra.
Dia mengatakan apabila kurikulum persaingan usaha belum bisa diterapkan sejak dari pendidikan dasar, maka setidaknya akademisi di universitas mampu menginternalisasikan nilai-nilai persaingan usaha ini ke mahasiswa.
"Harapannya karakter bersaing melekat dan mampu memengaruhi lingkungan di mana mereka berada," ucap Chandra.
Selain itu, KPPU juga telah melakukan pemetaan awal kondisi mata kuliah hukum persaingan di fakultas hukum dan mata kuliah persaingan usaha di fakultas ekonomi.
Dari 92 kuesioner, sebanyak 69 persen universitas menyebut belum mengajarkan persaingan usaha dan 31 persen sudah sebagai mata kuliah sendiri maupun diselipkan di mata kuliah lain.
"Belum ada jurusan tersendiri sebagai konsentrasi, sekarang masih sebatas mata kuliah. Ini sudah memuaskan kerana kita setidaknya punya kader-kader yang dihasilkan perguruan tinggi yang memahami aspek filosofis konsep sampai aplikasi persaingan usaha," kata Chandra.
Seminar nasional oleh KPPU ini juga mengundang perwakilan dari Komisi Perdagangan Adil Jepang (Japan Fair Trade Commission/JFTC) untuk membahas strategi mengatasi persaingan usaha dan upaya penanaman nilai-nilai persaingan usaha dunia pendidikan di Indonesia.
Komisioner JFTC, Hideo Makuta, menjelaskan tantangan dalam pengembangan kurikulum persaingan usaha bagi pendidikan dasar adalah bagaimana supaya anak-anak menaruh perhatian pada hukum persaingan usaha.
Hideo mengatakan perlu adanya materi yang familiar dan konten yang mudah diterima, terutama bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah.
"Untuk mahasiswa lebih spesifik karena setelah kuliah ada yang langsung berbisnis, maka perlu dijelaskan hubungan bisnis dengan persaingan usaha," kata dia.
Hideo menjelaskan pendidikan persaingan usaha yang sehat, selain memahami hukum persaingan usaha, peserta didik juga dapat menjadi konsumen yang cerdas.
Dia menjelaskan pembelajaran persaingan usaha yang adil di Jepang sudah diajarkan sejak sekolah dasar, salah satunya dengan program widyawisata "Kasumigaseki" berupa kunjungan ke kantor pemerintah.
Kemudian, di kelas juga diselenggarakan kelas pengajaran Undang Undang Antimonopoli untuk meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan persaingan.
ANTARA
Baca juga:
Cedera Andik dan Deja Vu Ronaldo, Akankah Timnas Juga Juara?
Merasa Dirugikan, Eko Patrio Ancam Somasi 7 Media Online
Komisi Hukum DPR Desak Kapolda Iriawan Minta Maaf, Kenapa?