TEMPO.CO, Surabaya - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO) menanyakan komitmen Kepolisian dalam menuntaskan perkara terbunuhnya jurnalis asal Probolinggo, Herliyanto, kepada Dewan Pers. Sebab sampai 10 tahun lebih tak ada perkembangan dalam penanganan perkara kekerasan yang dialami wartawan surat kabar Delta Post itu.
"Kasus terbunuhnya Herliyanto mendapat perhatian UNESCO," kata Christiana Chelsia Chan dari Kelompok Kerja Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers dalam diskusi terfokus tentang indeks kemerdekaan pers Indonesia di Universitas Surabaya, Jumat 9 Desember 2016.
Baca Juga:
Dewan Pers, kata dia, tengah mencari data dan dokumen perkembangan perkara tersebut. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri telah melaporkan jika masih memburu pembunuh Herliyanto dan memasukkan enam orang dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Laporan Bareskrim juga dikirim ke Kementerian Luar Negeri untuk menjawab pertanyaan UNESCO tersebut. Selain Herliyanto, ada nama Ridwan Salamun yang menjadi perhatian UNESCO. Sedangkan kasus jurnalis Berita Nasional (Bernas) Muhamad Syafrudi alias Udin justru tak pernah dilaporkan ke UNESCO.
Untuk itu, Dewan Pers mendorong polisi mengungkap pelaku pembunuh delapan jurnalis dalam tugas jurnalistik. Dia meminta agar tak ada impunitas atau pembiaran terhadap kasus penghilangan nyawa jurnalis karena pemberitaan.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya Prasto Wardoyo berharap kasus tersebut tak terulang. Dia mengajak semua pihak untuk terlibat dalam kampanye antikekerasan terhadap jurnalis. "Jurnalis profesi yang rawan mengalami kekerasan termasuk pembunuhan," katanya.
Rudi Hartono jurnalis senior harian Surya mengusulkan dibentuk tim untuk menelusuri kasus Herliyanto. Tujuannya untuk kepentingan advokasi maupun diterbitkan dalam buku untuk kampanye dan sosialisasi soal impunitas dan kekerasan terhadap jurnalis. "Kasus Herliyanto menjadi pelajaran penting dalam advokasi jurnalis," ujarnya.
Herliyanto ditemukan tewas di jalan setapak di kawasan hutan jati KRPH Klenang Desa Tarokan, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo 29 April 2006. Saat ditemukan, korban dalam posisi tengkurap dengan usus terburai sekitar 30 meter dari sepeda motornya. Polisi menyimpulkan korban meninggal setelah dibacok dengan senjata tajam.
Herliyanto dibunuh setelah meliput kasus jembatan di Desa Rejing, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Hasil liputan Herliyanto dimuat oleh sejumlah harian lokal pada 9 April2006. Diduga Herliyanto dibunuh atas beritanya tersebut.
EKO WIDIANTO