TEMPO.CO, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, mendirikan Yayasan Peduli Pesantren. Peluncuran yayasan ini dilakukan pada Minggu, 4 Desember 2016.
Pembina Yayasan Peduli Pesantren, Ahmad Rofiq, mengatakan yayasan ini lahir karena Hary merasa terpanggil ketika mendatangi pesantren-pesantren. Menurut Ahmad, Hary secara intensif memberi pengetahuan dan inspirasi kepada anak-anak muda, termasuk di pesantren.
“Dengan perasaan intuisi sebagai pemimpin, (Hary) tentu punya keterpanggilan hati untuk berkontribusi lebih luas. Muncul gagasan membuat yayasan, yayasan ini sifatnya publik, di bawah MNC Group,” kata Ahmad Rofiq saat dihubungi Tempo, Jumat, 9 Desember 2016.
Dia menyatakan yayasan ini sifatnya sangat terbuka. Siapa saja masyarakat bisa berkontribusi menyumbangkan dana. Setiap informasi kegiatan dan penggunaan dana juga akan dibuka ke publik. Salah satu pengurusnya adalah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj.
Ahmad mengatakan kegiatan Yayasan Peduli Pesantren adalah ikut membangun fisik pesantren. “Kami tidak terlibat dalam pembangunan nonfisik pesantren karena itu otoritas kiai dan pengasuh pesantren,” katanya.
Pembangunan fisik misalnya kelas, alat laboratorium, dan barang-barang yang menjadi kebutuhan pendidikan. Menurut Ahmad, ada beberapa pesantren yang kondisi bangunan fisiknya memprihatinkan, seperti tempat tidur yang terbatas sehingga santri menginap di masjid.
“Karena keterbatasan itu muncul keprihatinan, kami berharap dengan adanya yayasan ini menginspirasi bagi semuanya untuk turut serta memperhatikan pesantren yang menjadi basis pendidikan Islam yang kokoh dan kuat,” ujar Ahmad. “Kualitasnya harus diperjuangkan menjadi lebih baik.”
Ahmad juga menanggapi pandangan masyarakat media sosial mengenai Hary Tanoe yang mendirikan yayasan buat pesantren. Alasannya, Hary adalah nonmuslim. “Ilmu itu penting, dan untuk menyumbang ke lembaga pendidikan tidak ada kaitannya dengan agama,” ujar Ahmad. Dia mengatakan menyumbang untuk pendidikan tidak dibatasi agama.
Yang salah, kata Ahmad, jika seseorang memberi sumbangan tetapi meminta orang lain mengikuti kepercayaannya. “Tapi ini atas panggilan anak bangsa yang melihat lembaga pendidikan kita memerlukan banyak bantuan,” tuturnya.
REZKI ALVIONITASARI