TEMPO.CO, Pidie Jaya - Ki Hajar Hamzah baru saja bangun ketika suara ribut terdengar keras pada Rabu subuh, 7 Desember 2016. "Suaranya seperti mesin penggilingan padi," katanya di posko pengungsian, Masjid Munawarah, Meunasah Bie, Pidie Jaya, Aceh, Jumat pagi.
Bersamaan dengan itu, ibu 55 tahun ini merasakan guncangan sangat keras di sekitarnya. Bukan bergoyang-goyang, kata dia, melainkan terlempar-lempar. "Saya seperti diayak ke atas dan ke bawah," ujar ibu tiga anak ini.
Ia lalu lari menyelamatkan diri. Begitu juga penghuni lainnya di rumah itu, yang terletak di kawasan pantai Pidie Jaya. Sejak itu ia mengaku belum berani pulang. Apalagi, kemudian masih ada gempa susulan.
Ki Hajar kini tinggal di tempat pengungsian di Masjid Munawar. Di sini, pengungsi dari lima desa tidur di tenda atau di dalam masjid. Tempat ini merupakan satu di antara sejumlah lokasi yang dikunjungi Presiden Joko Widodo ketika datang ke Pidie Jaya, Jumat pagi.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi lebih dulu tiba sebelum rombongan Presiden. Ia melihat beberapa bangunan yang runtuh karena gempa, termasuk satu swalayan, tempat petugas pencari sedang membongkar reruntuhan.
Aliya, siswi kelas dua sekolah menengah pertama Pidie Jaya, juga mengungsi di Masjid Munawar. Ia juga mengatakan baru saja bangun ketika merasakan lindu 6,5 SR.
Pagi itu, Aliya sebenarnya masih harus mengerjakan dua mata pelajaran ujian akhir semester. Namun, gempa membuat semua siswa di Pidie Jaya diliburkan.
Ada beberapa versi jumlah pengungsi di Masjid Munawar. Satu petugas mengatakan 3.000-an orang tinggal di sini. Petugas lain bilang 6.000 orang. Menurut pengamatan, jumlahnya 1.000-2.000 orang.
Ki Hajar mengatakan minuman di sini tersedia cukup. "Tapi untuk makan kurang," katanya. "Mau beli sendiri, tidak punya uang."
BUDI SETYARSO (PIDIE JAYA)